KC FSPMI Semarang Raya Tanggapi dengan Keras Putusan UMSK Semarang Tahun 2026

KC FSPMI Semarang Raya Tanggapi dengan Keras Putusan UMSK Semarang Tahun 2026

Semarang, KPonline — Ketua KC FSPMI Semarang Raya, Sumartono, memberikan tanggapan tegas atas terbitnya Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah terkait penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) Tahun 2026 di Kota Semarang. Dalam pernyataannya, Sumartono mengapresiasi komitmen Wali Kota Semarang dalam penetapan UMK, namun secara keras mengkritik kebijakan UMSK yang dinilainya tidak berpihak dan justru merugikan buruh sektor tertentu.

Sumartono menyampaikan apresiasi kepada Wali Kota Semarang yang dinilainya telah menaikkan nilai indeks alfa UMK dari usulan awal Pemerintah Kota. Ia mengungkapkan bahwa sebelumnya Dinas Tenaga Kerja dan Biro Hukum Kota Semarang bersikukuh mengusulkan nilai alfa sebesar 0,7.

“Kami menyampaikan terima kasih kepada Ibu Wali Kota, karena yang tadinya usulan dari Disnaker dan Biro Hukum itu bersikukuh di angka 0,7, Ibu Wali Kota justru menaikkan indeks menjadi 0,8. Sehingga UMK Kota Semarang tahun 2026 menjadi Rp3.701.000,” ujar Sumartono.

Meski demikian, ia mengakui masih ada kekecewaan karena indeks maksimal 0,9 tidak digunakan. Namun Sumartono menilai Wali Kota Semarang tetap menunjukkan iktikad baik, terlebih karena ini merupakan kali pertama Wali Kota menetapkan kebijakan upah.

“Kami masih melihat bahwa Ibu Wali Kota punya iktikad baik. Mungkin karena ini pertama kali beliau menetapkan upah, sehingga belum sepenuhnya maksimal,” katanya.

Dalam konteks ini, Sumartono menyoroti peran Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang yang dinilai tidak memberikan masukan secara komprehensif kepada Wali Kota. Ia menilai minimnya input tersebut menyebabkan kebijakan yang diambil kurang mencerminkan pemahaman mendalam mengenai ketenagakerjaan.

“Yang paling paham soal ketenagakerjaan seharusnya adalah Kepala Disnaker. Tapi kami melihat input yang diberikan ke Ibu Wali Kota itu sangat kurang, sehingga terkesan beliau belum sepenuhnya memahami sikap yang seharusnya diambil untuk buruh Kota Semarang,” tegasnya.

Kritik yang lebih keras disampaikan Sumartono terkait kebijakan UMSK. Ia menyebut posisi UMSK saat ini berada di antara bentuk penghargaan atau justru penghinaan terhadap buruh sektor berisiko tinggi.

“UMSK ini posisinya bagi kami antara pemberian atau penghinaan. Sulit dibedakan,” ungkapnya.

Menurut Sumartono, UMK sejatinya merupakan jaring pengaman terendah bagi seluruh perusahaan. Dengan kenaikan UMK menjadi Rp3,7 juta, buruh menerima kenaikan sekitar Rp246.000. Namun, kenaikan UMSK justru berada di bawah angka tersebut, hanya berkisar antara Rp160.000 hingga Rp170.000.

“Padahal UMSK itu diberikan kepada sektor dengan karakteristik dan risiko kerja yang lebih tinggi. Seharusnya kenaikannya lebih besar dari UMK, bukan malah lebih kecil,” katanya.

Ia menilai kondisi ini sebagai keputusan yang tidak logis dan bertentangan dengan semangat perlindungan buruh sektor khusus. Bahkan, Sumartono menyebut kebijakan tersebut sebagai keputusan yang “keblinger”.

“Kami yakin ini bukan keputusan murni dari Ibu Wali Kota. Dugaan kami, pembodohan ini dilakukan oleh Kepala Disnaker. Kalau Ibu Wali Kota benar-benar memahami persoalan ini, kami yakin beliau tidak akan menandatangani keputusan UMSK yang kenaikannya di bawah UMK,” tegasnya.

Sumartono juga mengingatkan bahwa dalam audiensi sebelumnya, buruh telah menegaskan agar UMSK yang sudah ada tidak dihilangkan atau dilemahkan. Pasalnya, UMSK berfungsi memastikan buruh sektor tertentu tidak kehilangan nilai kenaikan upah akibat penggabungan dengan UMK.

“UMSK itu harus tetap ada agar buruh sektor tetap mendapatkan kenaikan utuh. Tapi yang terjadi sekarang justru sebaliknya. Ini jelas merugikan buruh,” ujarnya.

Atas kondisi tersebut, Sumartono menyatakan buruh merasa kecewa dan tidak menutup kemungkinan akan menyampaikan kekecewaan tersebut secara terbuka melalui aksi massa.

“Kami merasa dibodohi. Ke depan, sangat mungkin kami akan menyampaikan kekecewaan ini di ruang publik, baik melalui aksi atau demonstrasi. Apakah nanti ke wali kota atau ke Disnaker, itu masih akan kami musyawarahkan,” pungkasnya. (sup)