Jakarta, KPonline – Dihadapan para wartawan di Gedung Merah Putih (KPK), berdirilah beberapa orang dan salah satunya adalah pejabat negara yang pernah dielu-elukan, Immanuel Ebenezer, atau yang akrab dipanggil Noel. Jumat, (22/2025).
Namun kali ini, ia tidak mengenakan setelan jas kebesaran kekuasaan. Tubuhnya dibungkus rompi oranye, kedua tangannya terborgol, wajahnya tak lagi tegak seakan sejarah sendiri menuliskan ironi dihadapan rakyat.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Noel dan sejumlah pejabat eselon I hingga pihak swasta diduga terlibat dalam praktik pemerasan terkait sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
“Ini terkait dengan penjelasan lengkap mengenai tangkap tangan dan dugaan pemerasan K3 di lingkungan Ketenagakerjaan,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan pers.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan modus yang dijalankan para tersangka adalah memperlambat, mempersulit, hingga tidak memproses sertifikasi K3 apabila tidak ada uang pelicin. Padahal, biaya resmi sertifikasi hanya Rp 275 ribu.
“Ironinya, fakta di lapangan para pekerja atau buruh harus membayar hingga Rp 6 juta akibat adanya praktik pemerasan,” tegas Setyo.
Dalam operasi yang dilakukan KPK pada rabu (20/8) lalu, 14 orang digelandang. Kemudian dari 14 orang tersebut, 11 orang ditetapkan sebagai tersangka dan nama-nama mereka pun kini bergulir di media, yaitu pejabat koordinator, subkoordinator, direktur, hingga pihak swasta yang bermain di balik layar. Dan di puncak daftar, sang wakil menteri Noel yang baru setahun menduduki kursinya.
Setidaknya, kasus ini adalah pukulan telak. Bagi buruh, ia lebih dari sekadar berita kriminal. Ia adalah pengkhianat. Sebab keselamatan kerja bukanlah sekadar prosedur birokrasi, melainkan hak asasi paling dasar yaitu hak untuk tetap hidup setelah seharian bergulat dengan mesin produksi.
Namun korupsi itu seperti api kecil yang menjilat perlahan, merambat diantara tumpukan kertas sertifikat. Ketika uang menjadi syarat keselamatan, maka setiap buruh yang berangkat kerja sejatinya sedang berjudi dengan maut.
Noel, dalam sorotan kamera, tampak sedikit menangis. Ia tahu, sejarah mencatat bukan hanya namanya, tapi juga luka yang ditinggalkan. Luka bagi para pekerja yang kini mungkin bertanya “Jika bahkan sertifikasi keselamatan bisa dijual, lalu apa yang masih bisa kami percaya dari negara?”
KPK berjanji akan terus menelusuri aliran dana. Tapi bagi ribuan buruh di pabrik, pertanyaan lebih sederhana yang bergaung di kepala mereka adalah “Apakah kami akan selamat hari ini?”
Korupsi sertifikasi K3 bukan sekadar perampokan uang negara. Ia adalah perjudian atas nyawa manusia. Ia adalah kejahatan yang menukar keringat dan darah pekerja dengan selembar kertas bernoda suap.