Karyawan Diangkut Pakai Truk, FSPMI : Nyawa Bukan Barang

Karyawan Diangkut Pakai Truk, FSPMI : Nyawa Bukan Barang

Pelalawan, KPonline – Praktik pengangkutan manusia menggunakan truk barang dan kendaraan yang tidak layak terus berlangsung di Kota Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan. Padahal, sejarah kelam telah mencatat jatuhnya korban jiwa akibat sistem transportasi yang tak manusiawi ini. Namun ironisnya, hingga hari ini, truk-truk pengangkut karyawan subkontraktor PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) tetap berseliweran di jalan raya, seolah tragedi tak pernah terjadi.

Puncak ironi itu terjadi kembali saat publik diingatkan pada kecelakaan maut Sabtu, 22 Februari 2025 pukul 10.00 WIB. Sebuah truk Mitsubishi Colt Diesel nomor polisi BM 8699 ZO, milik PT NWR yang mengangkut karyawan, mengalami kecelakaan tunggal. Tragedi memilukan itu menewaskan 15 orang di lokasi kejadian. Sopir truk, Maranata Zendatu (33), diketahui tengah membawa pekerja pulang dari lokasi kerja ketika insiden terjadi.

Sapar (41), warga Pangkalan Kerinci, menyatakan bahwa kecelakaan ini seharusnya membuka mata semua pihak, terutama aparat penegak hukum. “Ini bukan kali pertama. Harusnya polisi sudah bertindak tegas sejak dulu, bukan terus-terusan menutup mata,” katanya kepada wartawan.

Sapar juga menuding adanya praktik “upeti” bulanan yang membuat aparat tak berani menyentuh perusahaan atau subkontraktor pelanggar aturan.

Padahal, secara tegas Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah melarang penggunaan kendaraan angkutan barang dan hewan untuk mengangkut manusia. Namun, regulasi ini seolah lumpuh di Pelalawan.

“Mungkin mereka menunggu ada korban lagi baru bertindak,” ujar Sapar dengan getir, menggambarkan rasa frustrasi terhadap integritas aparat yang seharusnya menjaga keselamatan rakyat.

Indra (38), warga lainnya, juga mengecam lemahnya penertiban. Menurutnya, kejadian ini bukan insiden pertama yang menelan korban jiwa. Pada akhir 2024, kecelakaan serupa terjadi di KM 65 Jalan Lintas Timur, menewaskan dua karyawan dan melukai tujuh lainnya. “Kalau polisi dan dinas terkait serius, harusnya sudah ada larangan dan razia khusus. Tapi ini seperti dibiarkan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Indra mempertanyakan tanggung jawab perusahaan terhadap pekerja mereka. “Kenapa bukan bus? Kenapa pakai truk? Mereka itu manusia, bukan barang atau sapi. Kalau RAPP bisa menyediakan bus bagi karyawan tetap, kenapa subkontraktor tidak diwajibkan juga?” tegasnya. Ia menilai, perlakuan semacam ini mencerminkan wajah ketimpangan dalam sistem ketenagakerjaan yang merendahkan martabat buruh.

Ketua DPW FSPMI Riau, Satria Putra, mengecam keras praktik pengangkutan karyawan menggunakan kendaraan tidak layak karena hal tersebut mengabaikan K3.

“Ini bentuk pengabaian terhadap keselamatan kerja dan kemanusiaan. Negara dan perusahaan tak boleh lepas tanggung jawab. Setiap nyawa yang hilang adalah cermin kegagalan sistemik. Karyawan bukan komoditas!” tegasnya.

FSPMI mendesak tindakan tegas terhadap semua pelaku pelanggaran dan menuntut penyediaan transportasi karyawan yang aman dan layak.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian maupun manajemen PT RAPP terkait kelanjutan penanganan kasus atau langkah korektif yang akan diambil. Sementara itu, masyarakat Pelalawan terus bertanya: sampai kapan nyawa manusia dikorbankan demi efisiensi dan pembiaran yang sistematis. (Heri)