Jeff Bezos dan Elon Musk Berlomba ke Mars, Kita Masih Sibuk Mengurus Ijazah Palsu: 56 Tahun Mundur ke Belakang

Jeff Bezos dan Elon Musk Berlomba ke Mars, Kita Masih Sibuk Mengurus Ijazah Palsu: 56 Tahun Mundur ke Belakang

Medan,KPonline, – Lima puluh nam tahun yang lampau tepatnya tanggal 16 Juli 1969 dunia internasional mencatat sejarah tentang Neil Armstrong Astronot Amerika adalah manusia yang pertama kali mendarat di Bulan.

Dan kondisi hari ini dari belahan dunia lain, Jeff Bezos dan Elon Musk sedang berpacu melewati batas langit, menembus atmosfer, dan menantang gravitasi, berlomba mengirim roket ke Planet Mars, menulis bab baru dalam sejarah teknologi manusia. Dunia bergerak cepat, kecerdasan buatan berevolusi, mobil melaju tanpa pengemudi, dan manusia bersiap menjadikan Mars sebagai “rumah kedua”.

Tetapi di Negeri Konoha sebuah metafora bagi keadaan negeri yang kita cintai, jam seakan berhenti berdetak. Alih-alih sibuk memikirkan inovasi, kemajuan industri, atau kualitas pendidikan, justru yang terjadi kebalikannya, energi satu bangsa justru tersedot pada satu persoalan kuno yang sudah basi tentang ijazah palsu.

Perdebatan terus berputar di tempat, menyedot perhatian publik, menelan waktu, bahkan menyeret para pejabat dan lembaga pendidikan ke dalam pusaran polemik yang tidak ujung, media sosial setiap hari disuguhi informasi tentang kebodohan dan ketolololan manusia, antara yang berpihak dan yang melawan, nurani dan akal yang sehat serta pikiran yang waras sudah mati.

Kondisi negeri ini seakan mundur 56 tahun ke belakang, ketika birokrasi masih kaku, integritas dipertanyakan, dan standar kualitas belum memiliki pijakan kokoh.

Dunia berlari, namun bangsa ini masih terpeleset di akar masalah yang sama, berulang-ulang dan basi, tetapi terus menjadi drama nasional.

Perbedaan nyata begitu menyolok,

sementara di luar sana manusia membayangkan kehidupan antar planet, bangsa ini masih sibuk memastikan apakah selembar kertas yang seharusnya menjadi simbol kapasitas dan kompetensi benar-benar asli atau palsu. Di tengah kompetisi global yang semakin ketat, bangsa ini justru tersandera oleh perkara administratif yang tak kunjung selesai.

Di era ketika bangsa lain mengembangkan teknologi roket, kecerdasan buatan, energi bersih, dan pendidikan berbasis riset, bangsa ini masih harus terus berdebat soal validitas dokumen. Bukan karena persoalannya tak penting, kejujuran dan integritas adalah fondasi negeri, tetapi bangsa ini seakan tidak pernah bisa beranjak dari lingkaran masalah yang sama.

Jika Bezos dan Musk memandang ke langit untuk mencari masa depan, Negeri Konoha seakan memandang ke masa lalu, meraba masalah yang sama dari dekade ke dekade.

Bukan karena kita tidak mampu maju, tetapi karena kita terlalu sibuk memadamkan api kecil yang dibiarkan membesar, terlalu sibuk merawat birokrasi yang tak ingin dibenahi, terlalu sibuk mempertahankan drama daripada menciptakan lompatan.

Pada akhirnya, dunia tidak menunggu.

Mars mungkin akan dihuni sebelum Negeri Konoha benar-benar membenahi kualitas pendidikannya. Roket mungkin menembus langit sebelum kita mampu menembus belenggu masalah klasik yang menghambat kemajuan.

Pertanyaannya sederhana tapi menohok:

Apakah kita siap menyongsong masa depan, atau akan terus terjebak kepada 56 tahun ke belakang?

Terlalu sayang rasanya, energi terkuras dan dibuang sia-sia hanya untuk membahas persoalan basi dan busuk..ijazah palsu. (Anto Bangun)