Sidoarjo, KPonline – Dalam sesi Workshop Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang digelar SPL FSPMI Jawa Timur di Edotel Sidoarjo, Sabtu (11/10/2025), narasumber M. Indrayana menyampaikan pandangan yang menggugah kesadaran para peserta.
Ia mengaku lebih menghormati PUK yang sudah memiliki PKB—meskipun belum sempurna—daripada PUK yang merasa bangga hanya dengan Peraturan Perusahaan (PP).
“Karena PKB lahir dari perjuangan, proses dialog dan pikiran buruh di dalamnya,” ujarnya tegas.
Indrayana kemudian menjelaskan beberapa alasan mengapa PKB jauh lebih baik daripada Peraturan Perusahaan.
Pertama, Peraturan Perusahaan biasanya dibuat sepihak oleh manajemen, tanpa melibatkan pekerja. Sementara PKB adalah hasil kesepakatan bersama lahir dari proses perundingan antara perusahaan dan serikat pekerja. Artinya, suara buruh ikut menentukan isi aturan kerja.
Kedua, Peraturan Perusahaan sering kali membatasi ruang peningkatan kesejahteraan, sedangkan PKB membuka peluang untuk memperjuangkan hak dan fasilitas yang lebih baik.
Ketiga, PKB memiliki masa berlaku dua tahun, dan periode ini bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki pasal demi pasal agar semakin berpihak kepada pekerja. “Setiap dua tahun kita punya kesempatan memperbaiki masa depan,” kata Indrayana.
Ia juga menyoroti posisi hukum yang timpang. Bagi Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), Peraturan Perusahaan dianggap sebagai hak perusahaan. Dalam situasi seperti itu, pekerja seolah tidak memiliki kawan ketika isi peraturan justru merugikan mereka.
Karena itu, Workshop PKB yang diselenggarakan SPL FSPMI Jawa Timur menjadi langkah yang sangat tepat. Kegiatan ini bukan sekadar pelatihan teknis, tetapi juga upaya membangun kesadaran kolektif bahwa PKB adalah instrumen perjuangan nyata.
Dengan bekal pengetahuan tentang penyusunan, perundingan, dan strategi negosiasi PKB, para pengurus PUK dan PC diharapkan mampu membawa semangat baru untuk memperjuangkan PKB di unit kerjanya masing-masing.
PKB bukan sekadar dokumen. Ia adalah simbol kemandirian dan kekuatan serikat pekerja bukti bahwa buruh mampu berdiri sejajar dengan perusahaan dalam menentukan nasibnya sendiri. (Khoirul Anam)