HILAL Kenaikan Upah Tak Kunjung Terlihat, Kesejahteraan Buruh di Ujung Tanduk

HILAL Kenaikan Upah Tak Kunjung Terlihat, Kesejahteraan Buruh di Ujung Tanduk

Tuban, KPonline – Menjelang pergantian tahun yang hanya tinggal hitungan hari, kejelasan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), serta Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) hingga kini masih belum menunjukkan titik terang. Situasi ini menjadi alarm bahaya bagi masa depan kesejahteraan buruh di Indonesia, khususnya di Kabupaten Tuban.

 

Bacaan Lainnya

Ketidakpastian tersebut dinilai sebagai bentuk kelalaian serius negara dalam memenuhi hak dasar kaum pekerja. Di saat harga kebutuhan pokok terus meroket, biaya transportasi meningkat, serta akses perumahan, pendidikan, dan layanan kesehatan kian mahal, buruh justru dipaksa bertahan dengan upah yang hanya cukup untuk sekadar hidup dan bahkan jauh dari kata layak.

 

Ketua Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Tuban, Duraji, menegaskan bahwa lambannya penetapan UMP, UMK, dan UMSK mencerminkan minimnya keseriusan pemerintah dalam melindungi kesejahteraan buruh.

 

“Setiap hari buruh berhadapan dengan realitas biaya hidup yang semakin mencekik. Namun upah yang diterima tidak pernah benar-benar mampu mengimbangi kebutuhan dasar. Ini menjadi bukti bahwa kesejahteraan buruh belum menjadi prioritas,” tegas Duraji.

 

Ia menambahkan, harapan agar upah buruh mendekati Kebutuhan Hidup Layak (KHL) hingga kini masih sebatas mimpi. Ironisnya, di sisi lain buruh terus dituntut meningkatkan produktivitas, menjaga stabilitas industri, serta menopang pertumbuhan ekonomi nasional.

 

“Buruh diminta terus berkorban demi keberlangsungan industri, tetapi kehadiran negara dalam memastikan sistem pengupahan yang adil dan manusiawi nyaris tak terasa,” ujarnya.

 

Duraji menegaskan bahwa pemerintah seharusnya tidak lagi menunda penetapan UMK dan UMSK. Pasalnya, mekanisme dan formula penetapan upah minimum sudah memiliki dasar hukum yang jelas, yakni berdasarkan pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, dan indikator tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

 

Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi secara tegas menempatkan upah minimum sebagai jaring pengaman sosial bagi buruh. Negara, dalam putusan tersebut, diwajibkan memastikan kebijakan pengupahan yang berorientasi pada perlindungan buruh dan pemenuhan kehidupan yang layak bagi pekerja beserta keluarganya.

 

“Jika pemerintah terus menunda dan tidak transparan dalam menetapkan upah, itu sama saja dengan mengabaikan amanat konstitusi dan Putusan Mahkamah Konstitusi,” tegasnya.

FSPMI Tuban mendesak pemerintah pusat dan daerah agar segera menetapkan UMP, UMK, dan UMSK secara terbuka, transparan, dan tepat waktu.

 

Selain itu, FSPMI Tuban juga meminta pemerintah menghentikan praktik kebijakan upah murah yang selama ini dinilai semakin menjauhkan buruh dari kehidupan yang layak dan bermartabat.

 

“Kesejahteraan buruh bukan beban negara, melainkan kewajiban konstitusional. Jika negara terus abai, ketimpangan sosial akan semakin lebar dan konflik ketenagakerjaan tinggal menunggu waktu,” pungkas Duraji.

 

Lambannya penetapan upah minimum bukan sekedar persoalan administratif. Ini adalah soal masa depan jutaan buruh dan keluarganya. Jika negara terus menunda dan menutup mata, yang dipertaruhkan bukan hanya angka kenaikan upah, tetapi juga keadilan, martabat, dan harapan hidup kaum pekerja.

 

Sudah saatnya pemerintah membuktikan keberpihakan nyata. Buruh tidak menuntut kemewahan, mereka hanya menagih hak untuk hidup layak di negeri yang mereka bangun setiap hari dengan keringat dan tenaga.

(Kontributor Tuban)

Pos terkait