Harapan dalam Angka: Nasib Jutaan Buruh Digantung di Ujung Pena Formula UMP 2026

Harapan dalam Angka: Nasib Jutaan Buruh Digantung di Ujung Pena Formula UMP 2026

Pasuruan, KPonline – Di balik dinding-dinding kaca perkantoran pemerintah, sebuah keputusan telah dirampungkan. Keputusan yang bukan sekadar deretan angka di atas kertas, melainkan garis penentu nasib, martabat, dan kesejahteraan jutaan keluarga pekerja di seluruh penjuru negeri.

 

Bacaan Lainnya

Setelah tarik ulur yang melelahkan dan sempat tersandung putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Pemerintah Pusat akhirnya mengklaim telah menuntaskan formula Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026.

 

Suasana tegang menyelimuti ruang rapat tim pengupahan. Tuntutan serikat buruh untuk kenaikan 8,5% hingga 10,5% sebuah angka yang mereka anggap sebagai batas pertahanan hidup melawan lonjakan harga kebutuhan pokok telah menggema selama berminggu-minggu.

 

Namun, jawaban dari Pemerintah Pusat, yang diwakili oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, terdengar datar, seolah menenangkan badai dengan bisikan. “UMP sudah selesai, formulanya sama,” ujarnya, Jumat (28/11/2025).

 

Kata-kata itu, meski terdengar formal, menyimpan kecemasan mendalam bagi para pekerja. Jika formula tetap sama, apakah ini berarti impian untuk sedikit bernapas lega di tengah himpitan biaya hidup akan kembali sirna? Hanya “Indeks yang berbeda di setiap provinsi” yang menjadi pembeda, sementara prinsip inti perhitungan kini wajib kembali mengacu pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL), sebuah amanat suci dari MK. Bagi buruh, KHL bukan sekadar variabel, melainkan janji konstitusi untuk hidup secara manusiawi.

 

Ancaman di Riau: Kenaikan yang ‘Tak Layak’

Di Provinsi Riau, cerminan kecemasan itu tampak nyata. Satria Putra, Ketua DPW FSPMI Riau, dengan nada tegas merespons estimasi kenaikan upah di wilayahnya. Dengan UMP 2025 sebesar Rp3.508.775, perkiraan kenaikan sekitar Rp280.703 (menjadi Rp3.789.478) dianggap sebagai sebuah tamparan.

 

“Kenaikan UMP tersebut belum memenuhi standar atau kriteria Kebutuhan Hidup Layak,” tegas Satria.

 

Ungkapan ini bukan hanya protes, melainkan teriakan hati yang menuntut keadilan. Kenaikan yang kecil, di tengah inflasi yang menggerogoti daya beli, berarti para pekerja harus kembali mengencangkan ikat pinggang, mengorbankan pendidikan anak, atau menunda pengobatan yang dibutuhkan.

 

Di satu sisi, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menjamin bahwa UMP 2026 akan bervariasi sesuai kondisi ekonomi daerah, dan pengumuman pasti akan dilakukan sebelum batas waktu 31 Desember 2025.

 

Namun, bagi jutaan pekerja, setiap detik hingga pengumuman resmi itu tiba adalah detik-detik penantian yang menyiksa. Mereka hanya bisa berharap, bahwa kajian mendalam yang dilakukan pemerintah telah sungguh-sungguh mempertimbangkan tetesan keringat dan hakikat hidup layak mereka, dan bukan sekadar menenangkan gejolak di pasar modal.

 

Para buruh, yang diwakili oleh KSPI dan FSPMI, berjanji untuk terus mengawal penetapan ini. Sebab, bagi mereka, UMP bukan hanya Upah Minimum Provinsi, melainkan Ukuran Martabat Pekerja Indonesia.

 

(Tim Media PUK JAI)

Pos terkait