Geruduk Mahkamah Agung, Buruh Minta Pengurus Serikat PT YMMA Dipekerjakan Kembali

Geruduk Mahkamah Agung, Buruh Minta Pengurus Serikat PT YMMA Dipekerjakan Kembali

Jakarta,KPonline – Buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) akan kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan Mahkamah Agung (MA), Jum’at (11/12). Aksi ini digerakkan untuk menuntut MA agar memperkuat putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung yang memerintahkan pemanggilan kembali (reinstatement) pengurus serikat pekerja di PT YMMA yang di-PHK setelah perundingan upah.

Ketua Umum SPEE FSPMI, Abdul Bais, menegaskan bahwa aksi ini dilakukan tepat sehari setelah peringatan Hari Hak Asasi Manusia untuk menunjukkan bahwa hak bekerja bukan sekadar urusan industrial semata, melainkan bagian dari hak asasi manusia yang wajib dilindungi negara.

“Pemecatan pengurus serikat setelah perundingan upah adalah bentuk serangan langsung terhadap kebebasan berserikat. Kami menuntut Mahkamah Agung memperkuat putusan PHI Bandung dan memulihkan hak bekerja kawan-kawan kami di PT YMMA. Bekerja adalah hak asasi manusia yang tidak boleh dicabut secara sewenang-wenang,” tegas Abdul Bais.

Aksi ini juga merupakan tindak lanjut dari hasil Seminar Hukum Ketenagakerjaan bertema “Disharmonis Ancaman Kaum Buruh” yang diselenggarakan FSPMI pada 2 Desember lalu. Seminar tersebut menegaskan bahwa alasan “disharmonis” tidak dapat dijadikan dasar pemutusan hubungan kerja, karena tidak dikenal dalam regulasi ketenagakerjaan Indonesia dan membuka peluang penyalahgunaan oleh perusahaan.

Menurut Abdul Bais, praktik PHK dengan alasan disharmonis telah menjadi ancaman serius bagi gerakan serikat pekerja, khususnya ketika alasan tersebut diarahkan kepada pengurus serikat yang tengah menjalankan fungsi advokasi dan perundingan.

SPEE FSPMI juga mengingatkan bahwa Mahkamah Agung sendiri memiliki sejumlah yurisprudensi yang menolak dalil disharmonis sebagai alasan PHK karena tidak diatur dalam UU Ketenagakerjaan maupun peraturan turunannya. Karena itu, MA seharusnya konsisten dengan putusan-putusan sebelumnya dan memberikan kepastian hukum bagi pekerja.

“MA punya yurisprudensi yang jelas: disharmonis bukan alasan PHK. Serikat pekerja menuntut konsistensi dan keberanian lembaga peradilan untuk berpihak pada hukum, bukan pada kepentingan yang melemahkan pekerja,” ujar Bais.

Abdul Bais menambahkan, bahwa pemerintah sendiri pernah memberikan penjelasan resmi mengenai batasan PHK dalam surat Dirjen PHI & Jamsos Kemenakertrans tertanggal 5 Juni 2012.

Dalam surat tersebut ditegaskan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 telah mengatur secara limitatif alasan PHK, dan alasan di luar ketentuan tersebut tidak dapat dibenarkan.

PHK harus terlebih dahulu dibuktikan dengan alasan yang sah berdasarkan undang-undang, bukan berdasarkan persepsi, asumsi, atau penilaian subjektif seperti “ketidakharmonisan” atau “ketidaksesuaian.”

“Penjelasan resmi pemerintah ini memperkuat posisi FSPMI bahwa PHK pengurus PT YMMA adalah tidak sah,” tegasnya.

Dalam aksi ini, FSPMI juga meminta MA memberikan kepastian jadwal pembacaan putusan kasasi untuk kasus PT YMMA. Ketidakpastian proses ini menambah tekanan psikologis dan ekonomi bagi pekerja yang di-PHK secara sepihak.

“Kawan-kawan kami sudah terlalu lama menunggu. Kepastian hukum adalah mandat konstitusi. Proses kasasi tidak boleh digantung tanpa kejelasan,” kata Bais.

Aksi tanggal 11 Desember akan diikuti massa dari berbagai wilayah Jabodetabek dan dipastikan berlangsung damai, tertib, dan terukur. FSPMI menegaskan bahwa perjuangan ini bukan hanya soal satu perusahaan, tetapi menyangkut masa depan kebebasan berserikat dan perlindungan hak bekerja bagi seluruh pekerja Indonesia.