Genduren Gunung Sewu Cara Bersyukur dan Melestarikan Alam

Genduren Gunung Sewu Cara Bersyukur dan Melestarikan Alam

Wonogiri, KPonline – Musim tanam kembali tiba di wilayah Gunung Sewu, menandai momen penting bagi masyarakat setempat untuk merekatkan hubungan dengan alam. Salah satu tradisi yang senantiasa dijaga adalah genduren, yaitu ritual berkumpul bersama, memanjatkan rasa syukur serta permohonan pada Tuhan atas berkah hujan, tanah subur, dan limpahan nutrisi yang menopang kehidupan.

Tradisi luhur “Genduren Gunung Sewu: Jagad Ijo Wasis Aji” tahun ini digelar pada Sabtu, 25 Oktober 2025 di Tapak Tambang, Pelem, Watangrejo, Pracimantoro, Wonogiri

Informasi yang dihimpun koran perdjoeangan genduren dimulai pukul 16.00 WIB dan dihadiri oleh warga lintas generasi. Dalam nuansa penuh kebersamaan, genduren menjadi wadah berbagai elemen masyarakat untuk saling mendoakan dan menjaga keberlanjutan bumi Gunung Sewu.

Tradisi genduren bukan sekadar perayaan tahunan, tetapi perwujudan filosofi hidup selaras dengan alam. Para warga menyadari pentingnya menjaga bumi, menyatu dengan tanah, air, dan kekuatan doa. Genduren dipercaya membawa keberkahan, memperkuat ikatan sosial, serta menjaga harmoni masyarakat dengan lingkungan sekitar.

Prosesi genduren diawali dengan doa bersama, mengucap syukur kepada Allah SWT atas hujan dan kesuburan tanah. Warga membawa hasil bumi sebagai lambang rezeki, kemudian bersama-sama meminta restu agar musim tanam berjalan lancar dan hasil panen melimpah. “Jagad Ijo Wasis Aji” menjadi semboyan dan harapan agar bumi tetap hijau, subur, dan memberikan kehidupan berkelanjutan.

Melalui genduren, diharapkan kesadaran akan pentingnya merawat lingkungan terus tumbuh di tengah dinamika zaman. Acara tersebut juga menjadi sarana edukasi untuk generasi muda agar tidak melupakan kearifan lokal yang menjadi bagian identitas budaya daerah.

Tak hanya ritual dan syukur, genduren juga membangun solidaritas warga, memperkuat silaturahmi antar desa, dan mempertegas semangat gotong royong. Doa bersama menjadi titik temu harapan, menyatukan tekad untuk selalu menjaga Gunung Sewu sebagai tanah warisan leluhur yang lestari dan penuh kehidupan.

“Bersama kita rawat bumi, kita jaga Gunung Sewu, kita tanam harapan dan kebaikan,” kata tokoh masyarakat. Sebuah pesan sederhana namun sangat dalam maknanya bahwa kehidupan yang seimbang hanya tercipta dengan menghormati alam semesta. Bumi lestari adalah cita bersama, yang dirawat dalam tradisi genduren Gunung Sewu. (Yanto)