Aceh,KPonline, – Aliansi Buruh Aceh (ABA) Gelar Audensi dengan DPRA pada Senin 24 November 2025. Bertempat di ruang Rapat Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Komisi V, Ketua Serikat Pekerja Elektronik dan Elektrik Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPEE FSPMI) Aceh, Syarifuddin, menyampaikan permintaan tegas agar Pemerintah Aceh segera menetapkan dan memberlakukan Upah Sektoral Kelistrikan bagi seluruh pekerja di sektor elektrik di Provinsi Aceh. Audiensi tersebut dipimpin oleh Ketua Komisi V Bapak Rijaluddin, SH, MH, didampingi Wakil Ketua Bapak Edy Asaruddin, SE, serta anggota Komisi V Bapak Edi Kamal, A.Md.Kep.
Dalam forum resmi tersebut, Syarifuddin menyampaikan bahwa pekerja kelistrikan merupakan salah satu kelompok tenaga kerja yang memikul beban kerja, risiko, dan tanggung jawab yang sangat tinggi dalam menjaga keberlangsungan pasokan energi listrik untuk seluruh masyarakat Aceh. Oleh karena itu, pihaknya menilai bahwa sudah saatnya Pemerintah Aceh memberikan pengakuan yang setara melalui penetapan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) Kelistrikan.
Menurut Syarifuddin, sektor kelistrikan memiliki karakteristik pekerjaan yang berbeda dari sektor umum. Setiap pekerjaan di bidang elektrik menuntut kompetensi teknis yang tinggi, sertifikasi khusus, penerapan standar keselamatan ketat, serta kesiapsiagaan dalam menghadapi risiko kecelakaan kerja yang sangat tinggi. “Pekerja kelistrikan bekerja dalam kondisi yang tidak hanya menuntut keahlian, tetapi juga keberanian dan ketelitian yang luar biasa. Mereka berada di garda terdepan dalam memastikan listrik tetap menyala bagi rumah tangga, fasilitas layanan publik, hingga industri. Namun sampai hari ini, pengakuan melalui upah sektoral belum diberikan di Aceh,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa terdapat sejumlah alasan kuat mengapa upah sektoral kelistrikan perlu segera diberlakukan. Pertama, tingginya risiko kerja yang melekat pada pekerjaan di sektor ini menuntut imbal balik yang setara. Pekerja harus berhadapan dengan tegangan tinggi, medan kerja berbahaya, cuaca ekstrem, hingga situasi darurat ketika terjadi gangguan jaringan listrik. Syarifuddin menekankan bahwa keselamatan kerja bukan hanya tanggung jawab pekerja, tetapi juga harus didukung melalui kesejahteraan yang layak.
Kedua, sektor kelistrikan memerlukan tenaga kerja dengan keterampilan dan sertifikasi khusus, yang berarti pekerja telah menjalani pelatihan intensif dan memenuhi standar kompetensi tertentu. Tanpa pengaturan upah sektoral, kompensasi yang diterima pekerja sering kali tidak sebanding dengan kompetensi dan tanggung jawab yang mereka emban. Upah sektoral kelistrikan diperlukan agar pekerja mendapatkan pengakuan profesional yang sesuai dengan keahlian mereka.
Ketiga, pemberlakuan upah sektoral juga akan mengurangi praktik pengupahan rendah oleh sejumlah perusahaan vendor, kontraktor, maupun perusahaan outsourcing yang selama ini mempekerjakan tenaga listrik di Aceh. Ketiadaan regulasi sektoral membuka ruang bagi perusahaan untuk menetapkan standar upah yang berbeda-beda, bahkan ada yang jauh di bawah beban dan risiko kerja yang dihadapi oleh pekerja. Dengan adanya UMSP Kelistrikan, Aceh dapat menghadirkan kepastian upah, mencegah kesenjangan pengupahan, dan menciptakan kondisi kerja yang lebih adil.
Selain itu, dari sisi pembangunan daerah, Syarifuddin menilai bahwa peningkatan kesejahteraan pekerja kelistrikan akan berdampak positif terhadap kestabilan layanan energi listrik di Aceh. Ketersediaan listrik yang stabil merupakan faktor penting dalam mendorong investasi, pertumbuhan industri, layanan publik, hingga aktivitas ekonomi masyarakat. “Jika pekerja sejahtera, mereka dapat bekerja dengan optimal, aman, dan penuh dedikasi. Ini tentu berdampak langsung bagi kemajuan Aceh secara keseluruhan,” tambahnya.
Dalam pertemuan tersebut, Syarifuddin berharap Komisi V DPRA dapat memberikan dukungan penuh agar Pemerintah Aceh segera mengambil langkah konkret untuk membahas dan menetapkan Upah Sektoral Kelistrikan melalui Dewan Pengupahan Provinsi Aceh. Ia menegaskan bahwa SPEE FSPMI Aceh siap untuk terlibat dalam proses pembahasan teknis, memberikan data pendukung, serta mengawal kebijakan hingga terealisasi.
Audiensi ini menjadi momentum penting bagi pekerja kelistrikan di Aceh untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan yang lebih baik. Syarifuddin menutup penyampaiannya dengan komitmen bahwa SPEE FSPMI Aceh akan terus memperjuangkan hak-hak pekerja dan memastikan setiap kebijakan pengupahan berpihak pada kesejahteraan buruh yang sesungguhnya. (MP)