Gegara Koefisien Alpha 0,6 Rapat Depekab Buntu, Buruh Purwakarta Siap Kawal Dengan Massa yang Lebih Besar

Gegara Koefisien Alpha 0,6 Rapat Depekab Buntu, Buruh Purwakarta Siap Kawal Dengan Massa yang Lebih Besar

Purwakarta, KPonline – Rapat Dewan Pengupahan Kabupaten (Depekab) Purwakarta kembali menjadi arena pertempuran kepentingan menjelang penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Purwakarta Tahun 2026. Ketegangan terjadi setelah nilai 0,6 yang diajukan Dinas Tenaga Kerja (Depnaker) sebagai acuan koefisien perumusan kenaikan upah menjadi pemantik tidak adanya hasil kesepakatan.

Sumber resmi rapat Depekab yang berlangsung pada Jumat (19/12/2025) mengungkapkan bahwa Depnaker mengusulkan angka koefisien 0,6 sebagai dasar penghitung kenaikan UMK 2026. Angka itu mendapat reaksi serius dari unsur buruh yang menilai koefisien tersebut jauh di bawah kebutuhan hidup layak dan akan memperlemah daya beli pekerja.

Depekab yang Seharusnya Menentukan Nasib Upah Pekerja Justru Berakhir Tanpa Keputusan. Rapat yang digelar mulai pagi hingga petang itu berakhir tanpa keputusan final setelah terjadi perbedaan dalam menentukan nilai alpha (@) dari masing-masing unsur. Serikat pekerja beranggapan bahwa usulan koefisien 0,6 dianggap tak mencerminkan kebutuhan riil pekerja, apalagi jika mempertimbangkan kenaikan harga kebutuhan pokok (sembako) dan tekanan inflasi yang terus dirasakan masyarakat pekerja.

Situasi ini pun bertambah pelik karena pihak pengusaha tampak lebih memilih angka minimal yang dianggap aman bagi biaya produksi, sedangkan akademisi memilih angka yang sedikit baik yakni 0.7 dan akibatnya, pembahasan tentang Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) pun tertunda, turut memperpanjang kebuntuan negosiasi.

Depekab pun menjadwalkan rapat lanjutan pada Senin (22/12/2025) untuk kembali membahas rumusan UMK dan UMSK. Namun, suasana yang semula formal berubah menjadi memanas, dimana berbagai elemen serikat buruh mengumumkan persiapan mobilisasi massa dalam jumlah besar untuk menghadiri pertemuan itu. Kekhawatiran soal ketidakadilan kebijakan upah dan upaya Depnaker menggunakan koefisien yang dianggap merendahkan buruh menjadi pemicu utama.

Sumber buruh yang enggan disebut menyebut angka 0,6 sebagai “serangan terselubung terhadap upah layak” yang hanya melindungi kepentingan modal dan menolak realitas hidup pekerja yang semakin berat. Pernyataan ini mencerminkan kekesalan yang meningkat di kalangan kelas pekerja terhadap apa yang mereka sebut perumusan upah yang gagal melindungi martabat manusia bekerja.

Meskipun belum ada angka final, pengajuan koefisien sedemikian rendah oleh Depnaker telah memicu kritik. Institusi yang seharusnya menjaga hak pekerja justru dinilai memilih hitungan yang mengerucut pada biaya produksi pengusaha dan mengabaikan kebutuhan buruh. Kalangan buruh menilai pendekatan seperti ini menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah dalam menjamin kesejahteraan pekerja.

Fenomena ini bukan kejadian tunggal di Indonesia. Di berbagai daerah, perundingan UMK dan UMP 2026 juga memunculkan konflik.

Dalam konteks Purwakarta, bila Depekab tetap bersikukuh pada angka signifikan seperti 0,6 tanpa menerawang realita kebutuhan hidup layak sesungguhnya, bukan tidak mungkin pertemuan Senin ini akan menjadi titik konfrontasi besar-besaran antara gerakan buruh dan kekuatan politik serta ekonomi yang selama ini menentukan nasib upah.