FSPMI Riau Soroti Masalah Buruh Pulp dan Kertas

FSPMI Riau Soroti Masalah Buruh Pulp dan Kertas
Satria Putra dalam Regional Meeting Pulp and Paper di Hotel Harris, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Senin (4/8/2025). Foto: MP Plelalawan

Jakarta, KPonline — Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI) Provinsi Riau, Satria Putra, menghadiri Regional Meeting IndustriALL sektor pulp dan kertas yang digelar di Harris Hotel Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin (4/8/2025). Pertemuan ini dihadiri Direktur IndustriALL, Tom Grinter, Ketua Dewan IndustriALL, Iwan Kusmawan, Presiden FSP2KI H. Hamdani, SH, serta sejumlah pengurus serikat pekerja dari FSP2KI, Ketua DPW FSPMI Riau, Satria Putra, CEMWU, SPN, dan FSP KEP-KSPI. Agenda utama membahas kondisi perburuhan di sektor industri pulp dan kertas di Indonesia.

Dalam forum tersebut, Ketua DPW FSPMI Riau, Satria Putra menegaskan bahwa Provinsi Riau menjadi basis penting industri pulp dan kertas di Asia Tenggara. “Ada dua perusahaan besar yang beroperasi di Riau, yakni PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dan PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP). Keduanya menyerap ribuan tenaga kerja, menjadi tulang punggung ekonomi daerah, dan mengelola ribuan hektare Hutan Tanaman Industri (HTI),” ungkapnya.

Meski demikian, Satria mengungkapkan berbagai persoalan ketenagakerjaan yang kerap terjadi di sektor ini. Menurutnya, pelanggaran yang sering ditemukan antara lain status hubungan kerja yang tidak jelas, upah murah, jam kerja melebihi ketentuan, paparan bahan kimia berbahaya, serta lingkungan kerja dengan risiko tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3). “Tidak semua pekerja outsourcing mendapat perlindungan jaminan sosial secara penuh, ada indikasi pembatasan kebebasan berserikat, serta kesenjangan upah antara pekerja PKWTT dan PKWT,” tambahnya.

Satria juga menyoroti masalah dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dinilai belum berpihak kepada buruh. Ia menyebut aksi unjuk rasa dan mogok kerja kerap terjadi akibat ketidakadilan dalam pemenuhan hak-hak pekerja, seperti upah layak, PHK sepihak, mutasi sepihak, dan minimnya dialog sosial antara serikat pekerja dan perusahaan. “Proses penyelesaian perselisihan sering memakan waktu satu hingga dua tahun, sehingga menambah beban pekerja,” tegasnya.

Berdasarkan analisis FSPMI Riau, akar masalah utama di sektor ini adalah ketergantungan pada tenaga kerja outsourcing yang merampas kepastian hubungan kerja dan kesejahteraan buruh. Selain itu, minimnya dialog dan keterlibatan serikat pekerja dalam pengambilan keputusan memicu konflik hubungan industrial, diperparah dengan lemahnya pengawasan dari pemerintah pusat maupun daerah, serta penegakan hukum ketenagakerjaan yang belum optimal.

Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, FSPMI Riau mendorong solusi yang berorientasi pada penguatan solidaritas dan kapasitas organisasi. “Kami merekomendasikan langkah-langkah konkret seperti membangun solidaritas, mengorganisir buruh, mengidentifikasi masalah secara mendalam, melakukan aksi kolektif, dan memanfaatkan media untuk mengawal isu-isu buruh,” papar Satria.

Pertemuan regional ini diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat koordinasi antar serikat pekerja di sektor pulp dan kertas, baik di tingkat nasional maupun internasional. Dengan sinergi berbagai pihak, FSPMI optimistis upaya memperjuangkan hak dan kesejahteraan buruh dapat berjalan lebih efektif dan memberikan dampak nyata bagi pekerja di lapangan.

Penulis: Heri