FSPMI Riau Kecam Dugaan Perbudakan Buruh Sawit di PT IVO MAS

FSPMI Riau Kecam Dugaan Perbudakan Buruh Sawit di PT IVO MAS
Foto, Ketua DPW FSPMI Riau, Satria Putra ( baju hitam ) dalam acara konsolidasi

Pelalawan KPonline — Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riau kembali menggelar konsolidasi dan diskusi bersama buruh perkebunan kelapa sawit PT. IVO MAS, anak perusahaan dari Grup Sinar Mas. Dalam forum tersebut, berbagai keluh kesah dan persoalan buruh mencuat ke permukaan, mulai dari dugaan pelanggaran ketenagakerjaan, diskriminasi, hingga intimidasi yang dinilai mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Suasana diskusi yang digelar bersama Aliansi BRB itu menjadi ruang bagi buruh untuk menyampaikan langsung keresahan mereka. Para buruh menyebut, praktik ketidakadilan masih marak terjadi di lingkungan kerja, bahkan menyerupai bentuk perbudakan modern yang seharusnya sudah lama dihapus di era sekarang.

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) FSPMI Riau, Satria Putra, dengan tegas mengecam situasi tersebut. Ia menilai, perilaku perusahaan yang terus menekan buruh demi keuntungan semata adalah bentuk keserakahan yang tidak berperikemanusiaan. “Kalau benar dugaan ini, maka PT. IVO MAS tidak hanya mencederai hukum ketenagakerjaan, tapi juga mempermalukan martabat manusia,” tegasnya.

Menurut Satria, pemerintah provinsi Riau tidak boleh berdiam diri menghadapi praktik semacam ini. Ia mendesak agar Gubernur Riau bersama instansi terkait segera turun tangan melakukan investigasi menyeluruh dan memastikan setiap buruh mendapatkan hak-haknya sesuai aturan perundang-undangan. “Pemerintah jangan hanya jadi penonton. Diam berarti ikut melanggengkan perbudakan,” ujarnya dengan nada keras.

Lebih jauh, Satria Putra menegaskan bahwa perjuangan FSPMI tidak akan surut menghadapi perusahaan-perusahaan yang abai terhadap kesejahteraan buruh. Ia menambahkan, FSPMI bersama aliansi gerakan buruh akan terus bersatu melawan ketidakadilan. “Kami tidak akan membiarkan satu pun buruh di Riau diperlakukan seperti budak. Ini tanah kita, bukan ladang perbudakan bagi korporasi rakus,” tandasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa praktik intimidasi dan diskriminasi hanya akan memperburuk citra industri kelapa sawit Indonesia di mata dunia. Jika pemerintah tidak serius menangani, kata Satria, hal ini bisa berimbas pada reputasi ekspor dan ekonomi nasional. “Ketidakadilan di kebun sawit bukan sekadar isu lokal, tapi persoalan global. Dunia sedang melihat apakah Indonesia berpihak pada buruh atau pada kapitalis tamak,” ungkapnya.

Konsolidasi buruh di PT. IVO MAS ini menjadi alarm keras bagi semua pihak. Buruh menegaskan mereka tidak mencari belas kasihan, melainkan menuntut hak normatif yang dijamin undang-undang. Sementara FSPMI memastikan perlawanan akan terus digelorakan hingga pemerintah benar-benar berpihak pada buruh dan menindak tegas segala praktik yang menyerupai perbudakan modern di perkebunan sawit Riau.