Pekanbaru, KpOnline-
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI) Provinsi Riau, Satria Putra, menyampaikan pernyataan tegas kepada pemerintah daerah, khususnya DPRD Provinsi Riau dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Riau. Ia meminta agar isu-isu perburuhan yang tengah berkembang segera ditindaklanjuti demi menjaga situasi kondusif di Bumi Lancang Kuning, Sabtu (30/08/2025).
Menurut Satria, berbagai persoalan perburuhan di Riau mulai dari praktik outsourcing, pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, hingga sistem pengupahan yang tidak sesuai regulasi, membutuhkan perhatian serius pemerintah daerah. Ia menilai DPRD Riau melalui Komisi V dan Disnakertrans sebagai lembaga yang memiliki kewenangan langsung harus mengambil langkah cepat dan nyata.
“Jangan biarkan persoalan ini berlarut-larut, karena yang dirugikan adalah kaum buruh. Kami meminta DPRD dan Disnakertrans segera mengagendakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama serikat pekerja sesuai janji komisi V ketika aksi unjuk rasa pada Kamis, 28 Agustus 2025, agar masalah ini dapat diselesaikan dengan terang dan adil,” tegas Satria Putra dalam keterangan resminya.
Satria menambahkan, FSPMI Riau terbuka untuk duduk bersama dalam forum resmi guna menyampaikan fakta dan data lapangan yang dialami buruh di berbagai sektor, baik perkebunan, migas, maupun industri lainnya. “Kami siap datang dengan data dan bukti, agar pemerintah tidak hanya mendengar dari sisi pengusaha, tetapi juga langsung dari para buruh yang merasakan dampaknya,” jelasnya.
Ia secara khusus menyoroti kondisi buruh perkebunan kelapa sawit di Riau yang menurutnya masih jauh dari kata layak. “Carut-marut manajemen di perkebunan kelapa sawit sudah pada tingkat mengkhawatirkan. Banyak hak normatif buruh yang seharusnya dijamin undang-undang justru dikangkangi, mulai dari status kerja yang tidak jelas, jam kerja yang melebihi ketentuan, hingga upah di bawah standar,” tegasnya.
Lebih jauh, Satria menilai persoalan di perkebunan sawit tidak hanya sebatas pelanggaran ketenagakerjaan, tetapi sudah masuk ranah pelanggaran hak asasi manusia. “Kami menerima laporan tentang buruh yang dipaksa bekerja tanpa jaminan kesehatan, tanpa cuti, bahkan melibatkan pekerja anak secara terselubung. Ini jelas bentuk pelanggaran HAM, dan pemerintah daerah tidak boleh tutup mata,” ungkapnya dengan nada keras.
Dengan adanya desakan tersebut, FSPMI berharap Rapat Dengar Pendapat ( RDP ) dapat segera dijadwalkan dalam waktu dekat. Satria menegaskan bahwa buruh siap hadir, berdialog, dan memberikan solusi konstruktif. “Kami ingin hubungan industrial di Riau berjalan harmonis, humanis dan berkeadilan. Untuk itu, mari duduk bersama, mendengar satu sama lain, dan mencari jalan keluar terbaik,” tutupnya.