Jakarta, KPonline-Di bawah langit yang gelap dan hujan yang mengguyur, ribuan buruh Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) lakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Mahkamah Agung (MA). Basah, lelah, lapar tetapi tidak ada satu pun yang mundur. Karena hari ini, mereka bukan sekadar berdiri. Selain sebagai bentuk support kepada MA, mereka sedang menegakkan hukum yang diinjak-injak, memanggil keadilan yang selama ini dipinggirkan, dan menantang pengusaha yang merasa bisa membeli segalanya dengan uang.
Aksi di MA pada Selasa (18/11/2025) ini bukan aksi biasa. Ini adalah babak penentuan dalam kasus PHK sepihak terhadap Slamet Bambang Waluyo dan Wiwin. Dua pemimpin serikat yang dizalimi, dua nama yang kini menjadi simbol perlawanan buruh FSPMI terhadap ketidakadilan korporasi.
Dalam orasinya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) FSPMI Sabilar Rosyad mengucapkan terima kasih kepada seluruh struktural FSPMI. Mulai dari Media, Departemen Perempuan, Garda Metal, hingga semua kader yang Istikomah mengawal kasus ini sejak awal.
Kasus Slamet dan Wiwin bukan sekadar perselisihan hubungan industrial. Ia telah menjadi cermin telanjang betapa mudahnya pengusaha menyingkirkan pekerja yang berani bersuara.
Sabilar Rosyad menjelaskan tahapan yang telah dilalui:
•ISARP merekomendasikan agar Slamet dan Wiwin dipekerjakan kembali.
•Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) juga memutuskan kemenangan buruh: keduanya wajib dipekerjakan kembali dan seluruh hak-haknya dibayar.
Namun pengusaha Yamaha tidak menerima putusan itu.
Mereka naik kasasi. Mereka memaksa perlawanan ini dibawa sampai ke Mahkamah Agung.
“Kawan-kawan, perjuangan kita belum selesai. Pengusaha masih tidak puas. Mereka punya uang, mereka punya relasi. Tapi kita punya apa? Kita punya Allah, kita punya solidaritas, kita punya kebenaran,”
Sabilar Rosyad juga berkata bahwa hujan ini tanda. Mudah-mudahan Allah memberi kemenangan kepada kita semua. Kita hadir bukan untuk menekan, bukan untuk mengancam. Kita hadir untuk memberi dukungan moral kepada para hakim MA agar memutus sesuai hati nurani dan keadilan.”
Ia menegaskan lagi jangan ada hakim yang terbeli uang. Jangan ada yang takut pada tekanan pejabat. Lihatlah substansi! Disnaker dan PHI sudah jelas. Slamet dan Wiwin harus bekerja kembali!.
“Kalau kita tidak punya empati, kalau kita tidak punya solidaritas, hari ini mereka di-PHK, besok kita. Siapa yang bisa jamin? Ketua PUK saja bisa di-PHK, apalagi anggota,” ujarnya.
Sabilar mengibaratkan FSPMI sebagai “satu tubuh besar”:
“Jika satu bagian tubuh terluka, seluruh tubuh merasakan sakit. Begitu pula FSPMI. Jika Slamet dan Wiwin dizalimi, seluruh FSPMI terluka,” tegasnya.
Ia menyampaikan bahwa massa yang datang hari ini hanyalah sebagian kecil. Bukan karena FSPMI tidak mampu menghadirkan lebih banyak, tapi karena mereka ingin mengirim pesan yang jelas.
“Ini peringatan keras kepada MA: putuskanlah sesuai bukti dan hukum, bukan tekanan dan alasan disharmonis yang tidak masuk akal”
Sabilar Rosyad pun menohok perusahaan yang menjadikan alasan “disharmonis” sebagai dasar PHK:
“Disharmonis bukan substansi! Itu alasan yang tidak ilmiah, tidak masuk akal, dan tidak berdasar hukum”
Ia menegaskan kembali bahwa PHI sudah menilai secara objektif. Hakim MA harus lebih ilmiah, lebih profesional, lebih beretika.
“Solidarity forever! Karena kita kuat bukan karena uang, tapi karena persatuan,” tutupnya