FSPMI Hadapi Intimidasi di Garut: Kami Akan Bela Anggota Sampai Titik Terakhir

FSPMI Hadapi Intimidasi di Garut: Kami Akan Bela Anggota Sampai Titik Terakhir

Purwakarta, KPonline – Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) melalui Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Jawa Barat terus mengintensifkan upaya pengembangan keanggotaan, khususnya di wilayah Priangan Timur. Di tahun 2025 ini, fokus penguatan organisasi diarahkan ke wilayah-wilayah yang selama ini masih minim keterlibatan buruh dalam serikat pekerja.

Sekretaris DPW FSPMI Jawa Barat, Dede Rahmat, dalam rapat koordinasi yang diselenggarakan DPW FSPMI menegaskan bahwa ekspansi ke Priangan Timur bukan tanpa tantangan. Salah satu wilayah yang saat ini menjadi sorotan adalah Kabupaten Garut. Menurut Dede, pihaknya telah berhasil membentuk satu unit kerja baru di salah satu perusahaan sektor aneka industri. Namun, langkah ini langsung mendapat respons negatif dari pihak-pihak tertentu.

“Begitu ada penambahan anggota di salah satu perusahaan di Garut, anggota kami langsung mengalami intimidasi. Padahal, bergabung dengan serikat pekerja itu hak setiap pekerja, dan dijamin oleh undang-undang,” ujar Dede dalam wawancara usai rapat Koordinasi DPW FSPMI Jawa Barat, Rabu (6/8/2025) di Kantor Konsulat Cabang FSPMI Purwakarta.

Merespons tindakan intimidasi tersebut, FSPMI DPW Jawa Barat pun merancang aksi solidaritas selama tiga hari, yakni tanggal 12, 13, dan 14 Agustus 2025. Aksi ini akan digelar di depan perusahaan yang menjadi lokasi terbentuknya unit kerja baru FSPMI.

“Kami akan menginstruksikan seluruh anggota FSPMI se-Jawa Barat untuk turun ke Garut. Ini bukan hanya soal satu-dua orang, tapi soal prinsip kebebasan berserikat yang dilindungi konstitusi,” tegas Dede.

Ia menambahkan bahwa pihaknya telah menyiapkan langkah-langkah hukum dan konsolidasi organisasi guna memberikan pembelaan maksimal terhadap anggota yang mengalami tekanan.

Dede Rahmat menekankan bahwa kehadiran FSPMI bukan untuk menciptakan konflik, melainkan sebagai bentuk kepedulian terhadap hak-hak normatif buruh. Serikat pekerja, kata dia, seharusnya diterima sebagai mitra perusahaan, bukan dianggap musuh.

“Kami ingin hadir sebagai mitra strategis. Justru kalau ada buruh yang ingin pindah serikat, pertanyaannya bukan kenapa mereka pindah, tapi kenapa sebelumnya mereka tidak merasa cukup dilindungi,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan pesan kepada serikat pekerja lain maupun manajemen perusahaan untuk menghormati pilihan para buruh.

“Jangan halangi siapapun untuk masuk ke serikat manapun. Kalau memang pekerja ingin pindah serikat, ya biarkan saja. Itu hak mereka,” kata Dede.

Dede menegaskan bahwa prinsip yang dijunjung FSPMI bukan hanya untuk kepentingan organisasinya sendiri, melainkan demi tegaknya kebebasan berserikat secara umum.

“Hari ini yang mengalami intimidasi adalah anggota FSPMI. Tapi esok bisa jadi anggota serikat lain. Ini soal prinsip. Kami akan berdiri untuk semua buruh yang haknya diinjak,” katanya.

Menurutnya, kejadian di Garut ini menjadi ujian keseriusan semua pihak dalam menegakkan demokrasi industrial di tingkat lokal. Ia berharap agar pemerintah daerah dan manajemen perusahaan bersikap bijak dan membuka ruang dialog yang sehat.

Meskipun FSPMI menyiapkan langkah-langkah aksi dan pembelaan, Dede menyatakan bahwa pihaknya tetap membuka ruang dialog. Ia berharap permasalahan ini tidak berlarut-larut dan bisa diselesaikan dengan cara musyawarah.
“Harapan kita, ini bisa berjalan baik. Manajemen, pemerintah daerah, dan semua pihak bisa menerima kehadiran FSPMI secara dewasa dan terbuka,” tutup Dede.

Kebebasan berserikat diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Pasal 28 UUD 1945 juga menegaskan hak setiap warga negara untuk berserikat dan berkumpul. Intimidasi terhadap pekerja yang memilih bergabung dengan serikat pekerja adalah bentuk pelanggaran hukum yang dapat ditindak secara pidana.