Forum Margajaya Bergerak Dorong Pemerataan Akses Pendidikan: Advokasi KIP dan PIP Jadi Sorotan Warga dan Mahasiswa Unisma Bekasi

Forum Margajaya Bergerak Dorong Pemerataan Akses Pendidikan: Advokasi KIP dan PIP Jadi Sorotan Warga dan Mahasiswa Unisma Bekasi

Bekasi, KPonline – Suara diskusi terdengar hangat di sebuah aula sederhana di kawasan Margajaya, Kota Bekasi, Senin (3/11/2025). Duduk melingkar, warga dan mahasiswa tampak antusias berbagi pengalaman tentang kesulitan memperoleh bantuan pendidikan. Di tengah semangat kebersamaan itu, terselip tekad yang sama, memastikan setiap anak Margajaya mendapatkan haknya atas pendidikan yang layak.

Dalam semangat itulah Forum Margajaya Bergerak berkolaborasi dengan Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID), Suara Muda Kelas Pekerja (SMKP), Komite Politik Nasional (Kompolnas), serta elemen mahasiswa Unisma Bekasi menggelar Workshop Advokasi Pendidikan bertajuk “Edukasi dan Pengawasan Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Program Indonesia Pintar (PIP)”.

Bacaan Lainnya

Kegiatan ini menjadi ruang refleksi kritis sekaligus wadah pembelajaran bersama untuk meninjau sejauh mana program bantuan pendidikan dari pemerintah benar-benar menyentuh masyarakat bawah, khususnya warga Margajaya.

Workshop tersebut dihadiri oleh puluhan warga yang tergabung dalam Paguyuban Forum Margajaya Bergerak dan mahasiswa Unisma. Melalui diskusi interaktif dan studi kasus lapangan, peserta diajak memahami mekanisme penyaluran KIP dan PIP serta mengidentifikasi berbagai kendala di lapangan, seperti kurangnya sosialisasi dan rumitnya proses pendaftaran.

Diungkapkan dalam forum, sedikitnya 20 siswa di Margajaya belum mengetahui atau terdaftar sebagai penerima bantuan KIP dan PIP, akibat minimnya edukasi dan pendampingan dari lembaga pendidikan maupun perangkat daerah.

“KIP dan PIP bukan hanya sekadar bantuan tunai, tetapi tanggung jawab lembaga pendidikan untuk memastikan setiap masyarakat, khususnya seperti di Margajaya, bisa mendapatkannya,” ujar Bung Dafi, Ketua SEMA FISIP Unisma Bekasi.

Sementara itu, Bung Alif, Demisioner BEM FE Unisma Bekasi, menilai rumitnya mekanisme pendaftaran menjadi tantangan utama.

“Secara praktik, harus diselesaikan permasalahan administratif yang berbelit, dan masyarakat perlu dilibatkan dalam pengawasan publik agar program ini benar-benar tepat sasaran,” ungkapnya.

Workshop ini juga menyoroti pentingnya transparansi dalam pengelolaan data penerima serta pengawasan partisipatif dari masyarakat dan mahasiswa. Kedua hal ini dinilai penting untuk memastikan bantuan pendidikan tidak berhenti pada tataran formalitas birokrasi, melainkan benar-benar menyentuh kebutuhan riil masyarakat.

Ketua Paguyuban Forum Margajaya Bergerak, Bung Jefri, menekankan pentingnya konsistensi perjuangan warga dalam memperjuangkan hak pendidikan.

“Kita harus tetap konsisten dan jangan berhenti di tengah jalan. Pendidikan adalah hak mutlak yang seharusnya bisa kita dapatkan,” ujarnya dengan tegas.

Dari hasil diskusi, forum menyepakati bahwa advokasi pendidikan tidak cukup berhenti di ruang-ruang diskusi, melainkan harus diwujudkan dalam aksi kolektif nyata yang mengawal kebijakan publik secara langsung di tingkat akar rumput.

Menutup kegiatan, Bung Adham dari Liga Mahasiswa untuk Demokrasi (LMID) Eksekutif Komisariat Unisma Bekasi menyampaikan pesan reflektif tentang makna perjuangan mereka.

“Advokasi pendidikan bukan hanya membela hak siswa miskin, tapi memastikan kebijakan publik bekerja secara tepat sasaran, tanpa mempersulit prosesnya, dan bisa dirasakan manfaatnya oleh semua warga. Itulah makna pergerakan kami mendampingi warga Margajaya hari ini,” tutupnya.

Melalui workshop ini, Forum Margajaya Bergerak bersama elemen mahasiswa menegaskan komitmennya untuk terus mengawal transparansi, memperluas akses, dan memperjuangkan pemerataan hak pendidikan bagi seluruh warga Margajaya, agar semangat belajar tak lagi terhalang oleh rumitnya birokrasi dan ketimpangan sosial.

Pos terkait