Bekasi, KPonline – Mainan lato-lato kini ngetren di banyak tempat. Seiring bunyinya yang terdengar di mana-mana, banyak warga mengeluh keberisikan setiap ada orang yang memainkan lato-lato di tempat umum.
Fenomena ini disoroti oleh psikolog klinis. Disebutkannya, tren lato-lato tak terlepas dari kondisi Fear of Missing Out (FOMO). “Fenomena tren ini kalau menurut saya pribadi ada kecenderungan seperti fenomena sosial lainnya yaitu FOMO,” ujar psikolog klinis dan founder pusat konsultasi Anastasia and Associate, Anastasia Sari Dewi, dikutip detikcom, Senin (9/1/2023).
“Nggak mau ketinggalan, penasaran, ingin mencoba. Apa lagi di depan mata banyak sekali yang main, banyak sekali yang jual. Jadi keinginan untuk mencoba juga semakin tinggi. Di mana ada supply, ada demand, dan lain sebagainya,” sambungnya.
Lebih lanjut Sari menjelaskan, di samping risiko mengganggu ketenangan umum dan membahayakan fisik, mainan lato-lato juga berisiko memicu terabaikannya fokus pada kegiatan penting seperti belajar dan bekerja jika dimainkan dalam porsi terlalu banyak.
“Sebenarnya tujuannya baik untuk melatih ketangkasan, melatih keseimbangan, konsistensi gerakan dan lain sebagainya, itu kan sebenarnya bagus. Tapi kalau pada akhirnya menjadi semacam hal yang satu-satunya penting atau bisa dibanggakan, dipamerkan, atau dikompetisikan, dan lain-lain sampai mengabaikan tugasnya dia yang asli entah itu sekolah, kerja, dan lain sebagainya, ini yang sangat disayangkan,” bebernya.
“Jadi urutan prioritasnya tidak boleh tertukar. Yang mana hiburan, permainan, namanya saja permainan berarti tidak boleh menjadi yang utama,” pungkas Sari.
Berbeda dengan pria kelahiran Wonogiri, Yanto, melihat bahwa fenomena lato-lato yang tiba-tiba viral, menurutnya bukan sekedar fenomena saja, akan tetapi bahwa sebuah fenomena bisa diartikan kabar alam bagi kita semua.
Cara bermain lato-lato adalah membenturkan dua bola kecil keras yang di ikat dengan tali dan digerakkan dengan jari. “Permainan lato-lato bermainnya melakukan benturan bola keras kecil yang diikat lalu digoyangkan dan terjadi benturan dengan suara nyaring,” ungkapnya.
Mudah-mudahan di tahun politik ini tidak ada benturan atau bentrok antara rakyat kecil (bola kecil) yang dimainkan oleh elit politik (tali), “Semoga kita bisa berhati-hati dan saling menahan diri agar tidak terjadi benturan seperti dua bola dalam permainan lato-lato,” pungkasnya.
Harapannya kita semua dapat saling mengendalikan diri sehingga tidak terjadi perpecahan di Negara Indonesia jelang tahun politik karena ujungnya rakyat yang akan jadi korban.