Surabaya, KPonline – Upaya meningkatkan efektivitas penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di lingkungan Perusahaan terus menjadi perhatian berbagai pihak.
Hal itu dapat dilihat dari peran Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 (Ditjen Binwasnaker dan K3), yang pada tanggal 5 Desember 2025 di Excotel Design Hotel Surabaya mengadakan “Sosialisasi Penerapan K3 di Perusahaan bagi Serikat Pekerja”.
Agenda sosialisasi tersebut secara khusus menyasar Serikat Buruh/Serikat Pekerja (SP/SB) dari berbagai aliansi di Kota Surabaya. Pada sesi sebelumnya, kegiatan serupa juga telah diberikan kepada pihak manajemen Perusahaan, sebagai bentuk pendekatan dua arah antara Pengusaha dan Pekerja untuk memastikan pemahaman K3 berjalan seimbang.
Ditjen Binwasnaker dan K3 menekankan bahwa keberhasilan implementasi K3 tidak hanya bertumpu pada kebijakan Perusahaan, tetapi sangat bergantung pada keterlibatan aktif Pekerja melalui organisasi Serikat Pekerja yang merupakan mitra strategis dalam mengawal efektifitas pelaksanaan K3 agar benar-benar menjadi budaya di lingkungan kerja, bukan hanya pemenuhan regulasi.
Sebagai pemateri pertama, Pengawas Ketenagakerjaan Ahli Muda Ditjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker RI, Supriadi memaparkan materi bertajuk: “Peningkatan Efektifitas Penerapan Norma K3 melalui Penerapan SMK3”.
Penerapan Sistem Managemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) merupakan kewajiban bagi Perusahaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Kecelakaan Kerja, Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP No. 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen K3 bahwa K3 harus dikelola sebagai bagian dari fungsi Perusahaan.
Tujuannya adalah;
a. Untuk meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi;
b. Untuk mencegah dan mengurangi Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dengan melibatkan unsur Manajemen, Pekerja/Buruh, dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh;
c. Untuk mewujudkan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas.
Lebih lanjut, Supriadi menekankan pentingnya keberadaan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) sebagai bagian dari upaya meningkatkan kinerja SMK3 di Perusahaan.
Berdasarkan Permenaker Nomor 13 Tahun 2025 tentang P2K3, Pekerja memiliki peran signifikan dalam struktur kepersonaliaan P2K3.
Karena itu, Serikat Pekerja diharapkan dapat berperan aktif dengan menugaskan anggotanya menjadi bagian dari struktur tersebut.
“Bagi Perusahaan dengan jumlah Pekerja lebih dari 100 orang, wajib menyediakan 12 personel dalam P2K3, dengan komposisi enam dari pihak Pekerja dan enam dari pihak Manajemen,” tegas Supriadi dalam pemaparannya.
Lalu bagaimana dengan Perusahaan yang memiliki jumlah Pekerja kurang dari 100 orang namun memiliki potensi bahaya tinggi? Supriadi menjelaskan bahwa komposisinya tetap seimbang, yakni tiga wakil dari Pekerja dan tiga wakil dari Managemen.
Materi kedua dalam sesi sosialisasi diisi oleh Adjunct Professor Unang Mulkhan, MBA., PhD, yang membawakan paparan bertajuk: “Membangun Budaya K3 yang Efektif dan Berkeadilan”.
Bahwa pemahaman dan kebiasaan K3 yang baik merupakan fondasi utama dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman untuk mengurangi kecelakaan kerja, meningkatkan produktivitas, dan membangun tempat kerja yang saling menghargai.
Dalam pemaparannya, Prof. Unang menjelaskan banyak hal mulai dari;
• Apa itu K3 dan Mengapa Penting
• Sejarah Perkembangan K3
• Hubungan antara Bahaya dan Resiko
• Tantangan dan Kesenjangan Implementasi K3 di Indonesia
• Resiko Kerja di Indonesia
• Jenis Bahaya dan Resiko di Tempat Kerja
• Kerangka Hukum dan Reguasi K3 di Indonesia
• K3 dalam Perspektif Internasional
• Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko
• Pencegahan Bahaya dan Pengelolahan Resiko di Tempat Kerja
• Budaya K3
• Perspektif Serikat Pekerja
• Peran dan Kanal antara Managemen dan Seikat Pekerja
• K3 dan Produktifitas sebagai Titik Temu
• Cultur Luar Negeri
• Apa yang Bisa Kita Lakukan Kedepan
Prof. Unang juga memberikan contoh nyata mengenai bagaimana kelalaian dalam penerapan K3 dapat menimbulkan bencana besar yang merugikan semua pihak. Ia menyinggung peristiwa yang terjadi di India dan dikenal luas sebagai Tragedi Bhopal, salah satu bencana industri paling mematikan dalam sejarah dunia.
Prof. Unang menekankan bahwa tragedi tersebut bukan sekadar kecelakaan, tetapi akumulasi dari kegagalan penerapan efektifitas K3, mulai dari pengurangan biaya perawatan fasilitas, tidak berfungsinya sistem alarm dan scrubber gas, lemahnya prosedur keselamatan, hingga kurangnya pelatihan bagi Pekerja. “Perusahaan saat itu mengambil langkah efisiensi berlebihan hingga mengabaikan standar keselamatan. Hasilnya, kerugian besar bukan hanya menimpa Perusahaan, tetapi Pekerja dan masyarakat luas,” jelasnya.
Kegiatan sosialisasi ini kembali menegaskan bahwa penerapan K3 di Perusahaan harus dilakukan secara efektif melalui pembangunan budaya keselamatan yang kuat.
Dalam urusan K3, tidak boleh ada bentuk efisiensi yang mengorbankan keselamatan, karena setiap pengurangan standar berpotensi menimbulkan risiko besar bagi Pekerja, masyarakat, dan Perusahaan itu sendiri.
(Maynang Suhartanto)



