Dua Pilar Duduk Semeja: Saat Garda Metal dan Media Perdjoeangan Menyatukan Arah Perlawanan

Dua Pilar Duduk Semeja: Saat Garda Metal dan Media Perdjoeangan Menyatukan Arah Perlawanan
Iwan Budi Santoso mengenakan Jaket Ijo, Supriyadi Piyong memakai kaos putih | Foto by Tendy

Purwakarta, KPonline-Di sebuah agenda organisasi yang berlangsung tanpa hingar-bingar seremoni, dua sosok kunci pilar gerakan buruh FSPMI memilih duduk bersama. Bukan sekadar temu formal, melainkan perjumpaan gagasan, strategi, dan kesadaran bahwa perjuangan buruh hari ini menuntut lebih dari sekadar teriak di jalanan.

Ia adalah Supriyadi Piyong, Panglima Koordinator Nasional (Pangkornas) Garda Metal FSPMI, figur yang selama ini identik dengan barisan disiplin, komando lapangan, dan militansi aksi. Di hadapannya duduk Iwan Budi Santoso, Koordinator Liputan Nasional (Korlipnas) Media Perdjoeangan, penjaga ingatan kolektif gerakan, yang mengubah peluh dan bentakan massa menjadi kata-kata yang hidup dan menembus publik.

Dua dunia yang kerap berjalan paralel kini bersinggungan dalam satu meja. Garda Metal dengan pasukan merah-hitam dan keteguhan langkah. Media Perdjoeangan dengan pena, kamera, dan narasi yang tak tunduk pada sunyi. Pertemuan ini seolah menegaskan satu hal penting, yakni gerakan buruh tak boleh timpang. Aksi tanpa narasi akan mudah dilupakan, sementara narasi tanpa aksi hanya akan menjadi arsip.

Dalam suasana dialog yang hangat namun sarat makna, keduanya membicarakan penguatan peran masing-masing pilar dalam menjawab tantangan zaman. Ketika ruang publik kian sesak oleh disinformasi dan keberpihakan modal, buruh dituntut tak hanya hadir secara fisik, tetapi juga menguasai medan wacana. Di titik inilah, komando dan komunikasi harus saling mengunci.

“Perlawanan hari ini bukan cuma soal keberanian turun ke jalan, tapi juga keberanian merebut ruang cerita,” menjadi semangat yang terasa mengalir dalam pertemuan tersebut. Garda Metal bukan hanya tameng, dan Media Perdjoeangan bukan sekadar pengeras suara. Keduanya adalah denyut nadi yang harus berdetak serempak.

Pertemuan dua koordinator nasional ini menjadi isyarat bagi siapa pun yang masih meremehkan konsolidasi internal gerakan buruh. Bahwa FSPMI sedang merajut kekuatan dari hulu ke hilir. Dari barisan depan hingga halaman berita. Dari teriakan massa hingga kalimat yang membakar kesadaran.

Ketika dua pilar duduk bersama, yang lahir bukan kompromi, melainkan arah baru. Dan bagi gerakan buruh, arah adalah segalanya.