Dr. Sugiyanto Dorong Kader FSPMI Menjadi Hakim Hubungan Industrial: “Agar Putusan Lebih Memihak Keadilan Pekerja”

Dr. Sugiyanto Dorong Kader FSPMI Menjadi Hakim Hubungan Industrial: “Agar Putusan Lebih Memihak Keadilan Pekerja”

Jakarta, KPonline – Dalam sesi lanjutan Seminar Hukum Ketenagakerjaan bertema “Disharmonis, Ancaman Kaum Buruh” di Hotel Gren Alia Jakarta, Selasa (2/12/25), Dr. Sugiyanto, S.H., M.H. kembali menyampaikan materi penting mengenai urgensi peran hakim dari unsur serikat pekerja dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Di hadapan peserta seminar, ia menjelaskan bahwa diskusi kali ini berfokus pada perselisihan hubungan industrial yang sering terjadi akibat kondisi ketidakstabilan (disharmoni). Ia menekankan bahwa hakim dan aparat peradilan dalam melaksanakan tugasnya wajib menjaga independensi, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Bacaan Lainnya

“Sebelum kita masuk ke materi berikutnya, saya tekankan dulu prinsip independensi ini,” ujarnya di awal paparan.

Dalam penyampaiannya, Dr. Sugiyanto menyoroti bahwa organisasi besar seperti FSPMI memiliki banyak kader potensial untuk menjadi hakim hubungan industrial (hakin). Ia bahkan telah menanyakan kepada peserta dan mendapat jawaban bahwa sudah ada lebih dari satu orang yang siap menjadi calon hakim.

“Ini sangat bagus. Dunia yudikatif membutuhkan hakim yang berasal dari aktivis serikat pekerja. Mereka memahami filosofi perjuangan buruh dan hak-hak dasar pekerja,” tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa hakim karir tentu memiliki kapasitas hukum, namun pemahaman mengenai dinamika pekerja sering kali lebih mendalam ketika hakim berasal dari unsur serikat. Meski begitu, ia mengingatkan pentingnya pembekalan dan pelatihan bagi calon hakim dari unsur pekerja agar kompetensinya semakin kuat.

Dr. Sugiyanto menyampaikan apresiasi tinggi kepada FSPMI yang selama ini aktif melakukan pembinaan bagi kader-kader yang dipersiapkan menjadi calon hakim hubungan industrial.

“Pembinaan ini penting sebagai bentuk pemberdayaan. Hakim dari unsur pekerja harus mampu menyuarakan keadilan dalam hubungan industrial,” katanya.

Menurutnya, disharmoni hubungan kerja bukan sekadar memicu perselisihan, tetapi dapat mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia. Karena itu, keberadaan hakim yang memahami perspektif pekerja menjadi kunci keseimbangan dalam putusan perselisihan.

Menutup materinya, Dr. Sugiyanto berbagi bahwa dirinya sendiri masih aktif sebagai aktivis hingga saat ini. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pensiunan Pos Indonesia serta memimpin organisasi P3 BUMN (Persatuan Pensiunan Pekerja BUMN).

“Jadi saya tahu betul betapa pentingnya hakim yang punya keberpihakan pada keadilan buruh,” tutupnya.

Pos terkait