Pekanbaru, KPonline – Ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riau, Satria Putra, menggelar diskusi bersama Ketua PUK SPEE FSPMI PT. MKP Tenayan Riau, Fadhly Angga Juliandi, di Cafe Rotte, Jalan Pepaya, Pekanbaru, pada Rabu (26/2/2025) siang.
Diskusi ini juga dihadiri oleh Ketua KPBI Provinsi Riau Arbaa Silalahi, Ketua Pemberdayaan Perempuan FSP2KI Devi Oktabrina, serta Wakil Ketua PUK Muhammad Zikri. Dalam pertemuan ini, berbagai isu krusial dibahas, mulai dari pemenuhan hak-hak buruh, kontrak kerja, PHK, mutasi, perekrutan anggota serikat, hingga perundingan upah dan perjanjian kerja bersama (PKB).
Dalam diskusi ini, Satria Putra, menegaskan bahwa hak-hak pekerja tidak boleh diabaikan oleh perusahaan. Ia menyoroti berbagai masalah yang masih terjadi di lapangan, seperti :
– Upah yang belum sesuai dengan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK).
– Tunjangan yang dipangkas sepihak atau tidak dibayarkan secara transparan.
– Ketidakjelasan status kontrak kerja, yang membuat pekerja berada dalam posisi rentan.
“Perusahaan wajib memenuhi hak-hak buruh sesuai dengan undang-undang. Jika terjadi pelanggaran, serikat akan mengambil langkah tegas, baik melalui perundingan bipartit, tripartit, maupun jalur hukum,” ujar Satria.
Salah satu isu yang dibahas adalah mengenai kontrak kerja dan pentingnya data pekerja yang lengkap. Menurut Satria, banyak kasus perselisihan industrial yang sulit diselesaikan karena data pekerja tidak terdokumentasi dengan baik.
“Kita harus memastikan bahwa setiap pekerja memiliki dokumen kontrak yang jelas dan lengkap. Data seperti masa kerja, status kepegawaian, dan hak-hak yang tercantum dalam perjanjian harus tersedia. Ini penting agar serikat dapat melakukan mediasi dengan lebih efektif jika terjadi perselisihan,” tegasnya.
Sering kali, pekerja yang ikut dalam aksi unjuk rasa atau aktif di serikat menghadapi ancaman PHK atau mutasi sepihak. Satria menegaskan bahwa serikat akan memberikan pendampingan penuh kepada anggotanya.
Langkah yang akan dilakukan jika terjadi PHK atau mutasi :
1. Pendampingan hukum – Serikat akan menggugat perusahaan jika PHK dilakukan tanpa alasan yang sah.
2. Negosiasi dengan manajemen– Untuk mencari solusi yang adil bagi pekerja.
3. Aksi solidaritas– Jika perusahaan tetap bersikeras, serikat akan menggalang aksi lebih besar untuk menekan kebijakan yang merugikan buruh.
“Kami tidak akan membiarkan anggota serikat menjadi korban kebijakan perusahaan yang sewenang-wenang. Hak berserikat dilindungi oleh undang-undang, dan kami siap melawan setiap bentuk intimidasi terhadap buruh!” ujar Satria dengan tegas.
Sementara itu, Ketua PUK, Fadhly Angga Juliandi, menanyakan strategi terbaik untuk meningkatkan perekrutan anggota dan bagaimana cara agar buruh lebih aktif dalam kegiatan serikat.
Satria menjawab bahwa kunci utama dalam perekrutan adalah edukasi dan pendekatan personal. “Buruh harus memahami bahwa serikat adalah wadah perjuangan mereka. Jika mereka ingin kondisi kerja lebih baik, mereka harus bersatu dan berorganisasi,” katanya.
Terkait iuran anggota, ia menegaskan bahwa serikat harus transparan dalam pengelolaan keuangan. “Iuran digunakan untuk pendampingan hukum, advokasi kebijakan, pelatihan pekerja, hingga aksi perjuangan buruh. Ini semua demi kepentingan pekerja itu sendiri,” jelasnya.
Salah satu tantangan yang dihadapi serikat adalah bagaimana melibatkan lebih banyak anggota dalam aksi unjuk rasa, terutama ketika perusahaan atau pemerintah tidak merespons tuntutan buruh.
Satria memberikan beberapa strategi :
– Membangun kesadaran kolektif– Buruh harus memahami bahwa aksi adalah bagian dari perjuangan bersama.
– Mengadakan diskusi rutin– Untuk memberikan pemahaman soal isu-isu perburuhan dan pentingnya perlawanan.
– Solidaritas internal– Jika ada satu pekerja yang dirugikan, maka seluruh anggota serikat harus bersatu melawan kebijakan tersebut.
“Jangan takut untuk bersuara! Jika kita diam, perusahaan akan terus menekan kita. Bersama, kita kuat!” ujar Satria dengan semangat.
Dalam diskusi ini, perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) menjadi perhatian utama. Menurut Satria, PKB adalah benteng perlindungan bagi buruh, karena di dalamnya terdapat kesepakatan tentang upah, tunjangan, jam kerja, dan hak-hak lainnya.
“Perusahaan sering berusaha menghindari perundingan PKB yang menguntungkan buruh. Oleh karena itu, kita harus memperjuangkannya dengan kekuatan penuh,” tegasnya.
Sementara itu, UMSK harus tetap diperjuangkan agar buruh mendapatkan upah yang layak sesuai dengan sektor industrinya.
Dalam diskusi ini, juga dibahas jenis pekerjaan yang boleh dialihkan ke perusahaan outsourcing berdasarkan undang-undang. Menurut aturan yang berlaku, pekerjaan yang boleh dialihkan ke outsourcing adalah :
1. Catering
2. Cleaning Service
3. Transportasi
4. Security
5. Pertambangan
Di luar dari kategori tersebut, perusahaan tidak boleh menggunakan tenaga outsourcing. Satria menegaskan bahwa serikat harus terus mengawasi praktik outsourcing yang menyalahi aturan.
Ketua PUK juga menyoroti penggabungan tunjangan ke dalam satu kelompok. Hal ini menimbulkan kekhawatiran apakah pekerja akan tetap mendapatkan hak yang sama atau justru mengalami pemotongan tunjangan. Menanggapi hal tersebut, Satria menegaskan bahwa serikat harus mengawal kebijakan ini agar tidak merugikan pekerja.
“Jangan sampai penggabungan tunjangan ini menjadi akal-akalan perusahaan untuk mengurangi hak buruh,” katanya.
Kesimpulan : Perkuat Persatuan, Lawan Ketidakadilan!
Diskusi ini menegaskan bahwa persatuan dan solidaritas adalah senjata utama buruh dalam melawan kebijakan yang tidak adil.
“Kita harus tetap solid dan berani memperjuangkan hak kita. Jangan pernah takut untuk bersuara, karena masa depan buruh ada di tangan kita sendiri!” tutup Satria dengan penuh semangat.
Dengan semangat perjuangan yang terus menyala, FSPMI Riau siap mengawal hak buruh dan melawan ketidakadilan.
Penulis: Heri
Foto: Heri