Ditawari Fee, Pengurus FSPMI Tegas Tolak Kerjasama dengan Penyedia Outsourcing

Ditawari Fee, Pengurus FSPMI Tegas Tolak Kerjasama dengan Penyedia Outsourcing

Bekasi, KPonline – Semakin maraknya praktik outsourcing di berbagai perusahaan membuat geram aktivis serikat pekerja. Bagi mereka, sistem ini tidak hanya merampas hak-hak buruh, tetapi juga menjadi alat untuk melemahkan posisi tawar pekerja.

Informasi ini terungkap dalam pendidikan Leadership yang digelar Serikat Pekerja Elektronik Elektrik FSPMI Kab./Kota Bekasi di Bogor, beberapa waktu lalu. Dalam sesi diskusi bebas, salah seorang pengurus serikat pekerja mengaku pernah ditawari “fee” oleh oknum penyedia jasa tenaga kerja (outsourcing).

Iming-iming tersebut dimaksudkan agar serikat pekerja mau menutup mata dan tidak mempersoalkan masuknya tenaga kerja outsourcing di perusahaan tempat mereka bekerja. Namun, tawaran itu tegas ditolak.

“Kami tidak bisa mengkhianati anggota. Tawaran uang berapa pun tidak sebanding dengan harga diri perjuangan,” ujar salah satu pengurus serikat pekerja yang bekerja di salah satu perusahaan elektronik elektrik di Bekasi.

Pasca terbitnya UU Cipta Kerja, pasal tentang outsourcing dihapus. Secara logika, jika pasal tersebut dihapus, seharusnya sistem kerja outsourcing tidak digunakan sama sekali.

Ironisnya, justru penghapusan itu dimanfaatkan oleh oknum untuk memperluas praktik outsourcing hingga berlaku di semua jenis pekerjaan tanpa batasan yang jelas.

Menurut pengurus serikat, tawaran semacam ini adalah bentuk praktik kotor yang merusak gerakan buruh.

“Kalau serikat sampai tergoda, habislah perjuangan. Inti dari serikat adalah melawan ketidakadilan, bukan ikut memperdagangkan nasib buruh,” tegasnya.

Serikat pekerja berkomitmen terus mengawal penegakan hukum ketenagakerjaan, termasuk menolak penggunaan sistem kerja outsourcing yang dianggap melanggar undang-undang. Mereka juga mendesak pemerintah, khususnya Dinas Tenaga Kerja, agar memperketat pengawasan.

“Outsourcing ini sudah seperti penyakit menular. Kalau pemerintah tidak tegas, buruh yang selalu jadi korban. Kami akan terus bersuara,” pungkasnya. (Ramdhoni)