Cirebon, KPonline – Polemik pengelolaan Tanah Kas Desa (TKD) di Desa Ciwaringin, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, memasuki fase paling krusial. Setelah serangkaian protes petani tak digubris dan ultimatum diabaikan, Tim Kuasa Hukum Posko Orange Partai Buruh resmi melayangkan Somasi I kepada Pemerintah Desa (Pemdes) Ciwaringin pada Senin, 29 Desember 2025.
Somasi ini menjadi langkah hukum tegas atas dugaan kuat adanya praktik konspirasi, manipulasi lelang, serta pembiaran penyalahgunaan aset desa yang merugikan petani dan keuangan desa.
Kronologi: Lelang Borongan, Petani Tersingkir
Konflik bermula dari proses lelang TKD musim tanam 2025/2026 yang dinilai tidak berpihak kepada petani kecil. Pemdes Ciwaringin menerapkan sistem “paket borongan” terhadap tiga blok lahan produktif, yakni Blok Klemeta, Blok Kecamatan, dan Blok Balong.
Kebijakan tersebut menyebabkan harga sewa melambung tinggi dan hanya mampu diakses oleh pemodal besar, sementara petani lokal tersingkir dari akses lahan garapan.
Dalam upaya mencari kejelasan, pada 9 Desember 2025 digelar pertemuan klarifikasi di Kantor Desa Ciwaringin. Namun, pertemuan tersebut tak menghasilkan solusi. Tim kuasa hukum kemudian mengirimkan surat penawaran dan ultimatum tertulis pada 15 Desember 2025, yang diterima resmi oleh Pemdes pada 17 Desember 2025.
Sayangnya, hingga batas waktu 19 Desember 2025, Pemdes dan pihak pemenang lelang memilih bungkam. Sikap tidak kooperatif inilah yang memicu diterbitkannya Somasi I.
Dugaan Skandal: Rantai Sewa Gelap TKD
Dalam dokumen somasi, Tim Kuasa Hukum Posko Orange mengungkap dugaan praktik sewa berlapis (rantai sewa gelap) yang berpotensi merugikan Pendapatan Asli Desa (PADes).
Pemenang lelang awal, H. TB. Mulyadi, diduga tidak menggarap lahan TKD tersebut. Lahan justru dialihkan kepada H. Rasim, yang kemudian menyewakannya kembali kepada masyarakat dengan harga jauh lebih tinggi.
“Tindakan ini patut diduga sebagai manipulasi dan penyembunyian transaksi. Keuntungan pribadi diambil dari aset desa yang seharusnya menjadi pemasukan resmi desa,” tegas Tim Kuasa Hukum dalam somasinya.
Praktik tersebut dinilai melanggar UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa, serta Peraturan Desa Ciwaringin.
Tuntutan Tegas: Lelang Dinyatakan Batal Demi Hukum
Melalui Somasi I, Pemdes Ciwaringin—khususnya Kuwu/Kepala Desa—dituntut untuk:
1. Membatalkan secara total hasil lelang TKD tertanggal 7 September 2025 karena diduga cacat administrasi dan hukum.
2. Menghentikan seluruh aktivitas pemanfaatan lahan yang tidak sesuai prosedur.
3. Memberikan jawaban tertulis dalam waktu maksimal 3 (tiga) hari kalender sejak somasi diterima.
Ancaman Pidana dan Laporan ke APH,
Tim Kuasa Hukum menegaskan somasi ini bukan gertakan. Jika kembali diabaikan, mereka memastikan akan menempuh jalur hukum lanjutan, termasuk:
Pelaporan ke Camat Ciwaringin, Bupati Cirebon, dan Inspektorat Daerah
Pelaporan pidana berdasarkan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) atas dugaan penyalahgunaan kewenangan yang menyebabkan hilangnya potensi pendapatan desa
“Kuwu mengetahui adanya dugaan penyalahgunaan, namun tidak mengambil tindakan. Jika dalam tiga hari tetap tidak ada respons, laporan resmi ke Aparat Penegak Hukum adalah langkah yang tidak bisa ditawar,” tegas tim kuasa hukum.
Kini, nasib petani Desa Ciwaringin berada di ujung tanduk. 72 jam ke depan akan menentukan: apakah Pemdes memilih memulihkan hak rakyat, atau membiarkan persoalan ini berujung di meja hijau.



