Diduga Lakukan Kekerasan, SPL FSPMI Morowali Desak Pulangkan TKA China

Diduga Lakukan Kekerasan, SPL FSPMI Morowali Desak Pulangkan TKA China

Morowali, KPonline – Bertempat di kantor PT Hua Chin Aluminum Indonesia (HCAI), telah berlangsung mediasi terkait kasus dugaan kekerasan yang dilakukan oleh tenaga kerja asing (TKA) asal China terhadap seorang pekerja Indonesia pada Senin, 8 Desember 2025.

Informasi yang dihimpun koran perdjoeangan, Mediasi dihadiri oleh Sekretaris PC SPL-FSPMI Morowali, Ali Fata, bersama Wakil Sekretaris 1 PC SPL-FSPMI Morowali, Ahmad Nuruddin, dan Ketua PUK SPL-FSPMI PT. HCAI, Ahrudin. Sementara pihak perusahaan diwakili oleh Imran SH,MH, Riqif dan Yezekiel, HR Hubungan Industrial PT. HCAI. Kemudian Divisi terkait dalam hal ini Foreman reguler, Foreman regu 2 , admin divisi, wakil foreman regu 2 dan translator regu 2 Divisi Bahan baku Jetty (mataou)

Dalam mediasi yang berlangsung, Ahmad Nuruddin menegaskan bahwa tindakan kekerasan, baik fisik maupun verbal, tidak dibenarkan di negara manapun, termasuk Indonesia. Ia juga menyoroti bahwa tindak kekerasan yang terjadi di PT HCAI bukanlah kejadian pertama. Ahmad merasa kesan yang ditimbulkan adalah bahwa perusahaan terkesan menormalisasi kekerasan, terutama oleh atasan, yang seharusnya tidak terjadi dalam lingkungan kerja manapun.

Pernyataan ini kemudian dibalas oleh keterangan pelaku, yang disampaikan melalui seorang penerjemah. Pelaku mengungkapkan bahwa dirinya tidak mengetahui budaya Indonesia dan tidak memahami batasan-batasan yang ada terkait tindakan yang dianggap kekerasan. Hal ini menambah kompleksitas permasalahan, mengingat adanya perbedaan budaya antara TKA China dan pekerja lokal.

Yezekiel, perwakilan perusahaan, memberikan penjelasan bahwa TKA China yang bekerja di PT. HCAI terikat dengan kontrak induk perusahaan, Huafon Group, yang berbasis di China. Oleh karena itu, aturan yang diterapkan kepada TKA China merujuk pada ketentuan yang berlaku di perusahaan induk di China. Namun, penjelasan ini tidak serta merta diterima oleh pihak serikat pekerja.

Ahmad Nuruddin kembali menegaskan bahwa seluruh tenaga kerja yang bekerja di PT. HCAI, baik TKA maupun pekerja Indonesia, harus mematuhi aturan yang berlaku di perusahaan tersebut. Menurutnya, tidak ada alasan bagi perusahaan untuk membuat perbedaan dalam penerapan peraturan, apalagi dengan menerapkan standar ganda yang hanya memberatkan pekerja Indonesia.

Selain itu, Ahmad juga menanggapi sikap perusahaan yang dinilai acuh terhadap pentingnya sosialisasi budaya Indonesia kepada tenaga kerja asing. Menurutnya, sosialisasi ini sangat penting agar para TKA memahami norma dan nilai yang berlaku di Indonesia, termasuk dalam hal perlakuan terhadap pekerja lokal.

Sebagai langkah lebih lanjut, Ahmad menyampaikan tuntutan agar PT. HCAI segera menegakkan aturan internal terkait larangan kekerasan dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pelaku kekerasan tersebut. “Pulangkan TKA tersebut sesuai dengan aturan yang ada di PT. HCAI,” tegas Ahmad.

Tuntutan ini semakin diperkuat oleh Ali Fata, yang menambahkan agar perusahaan juga mempekerjakan kembali korban kekerasan yang dilakukan oleh atasan TKA tersebut. Ia menegaskan, jika tuntutan mereka tidak dipenuhi, pihak serikat pekerja tidak akan tinggal diam.

“Kami tidak akan mentoleransi kasus ini. Jika tuntutan kami tidak dipenuhi, kami akan menempuh jalur litigasi dan bahkan melakukan aksi massa,” ujar Ali Fata dengan tegas.

Hingga berita ini diturunkan, mediasi tersebut belum mencapai kesepakatan yang memadai. Proses mediasi yang dihadiri oleh berbagai pihak ini menunjukkan ketegangan yang tinggi antara serikat pekerja dan manajemen PT. HCAI terkait penegakan hak-hak pekerja, terutama dalam hal perlindungan dari tindakan kekerasan di tempat kerja.

Kasus ini menjadi perhatian publik, khususnya terkait dengan perlakuan terhadap TKA di Indonesia dan pentingnya penerapan budaya kerja yang sesuai dengan nilai-nilai budaya lokal.

Pihak serikat pekerja dan korban berharap agar masalah ini dapat segera diselesaikan dengan keadilan yang seadil-adilnya, agar insiden serupa tidak terulang di masa depan. (Yanto)