Deadlock Dewan Pengupahan, Om Zein Ambil Diskresi: UMK dan UMSK Purwakarta 2026 Dipatok Alfa 0,7

Deadlock Dewan Pengupahan, Om Zein Ambil Diskresi: UMK dan UMSK Purwakarta 2026 Dipatok Alfa 0,7
Sumber foto: Tribunnews

Purwakarta, KPonline-Bupati Purwakarta Saepul Bahri Binzein, yang akrab disapa Om Zein, resmi menetapkan usulan kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Purwakarta 2026 dengan koefisien alfa 0,7 untuk diajukan ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Keputusan ini diambil sebagai langkah diskresi setelah rapat Dewan Pengupahan Kabupaten (Depekab) Purwakarta berujung deadlock akibat tarik-menarik kepentingan antara serikat pekerja dan pengusaha.

Dengan menggunakan formula UMK2026 = UMK2025 + {inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi × alfa)} × UMK2025,

UMK2026=Rp 4.792.252,92 + {2,19% + (4,64% × 0.70)} × Rp 4.792.252,92=Rp 5.086.497

Sehingga, buruh Purwakarta memperoleh kenaikan sekitar 6,14 persen. Dari UMK 2025 sebesar Rp4.792.252,92, upah minimum 2026 naik menjadi Rp5.086.497. Angka ini jauh dari tuntutan buruh yang awalnya meminta kenaikan upah minimum sebesar 8,5-10,5%.

Pembahasan alot berlangsung di Bale Nagari pada Senin malam (22/12/2025). Pihak pengusaha tetap bertahan pada alfa rendah versi mereka, sementara buruh bersikukuh pada angka tertinggi. “Perbedaan itu nyata, mulai dari 0,5, 0,6, sampai 0,7. Semua berjuang di posisinya masing-masing,” tegas Om Zein.

Alfa 0,7 akhirnya dipilih sebagai jalan tengah berdasarkan masukan unsur akademisi. Menurut Om Zein, keputusan ini diambil untuk menyeimbangkan kepentingan kesejahteraan buruh dan keberlangsungan dunia usaha di tengah tekanan ekonomi. “Dari atas dua angka, dari bawah dua angka. Maka kami rekomendasikan alfa 0,7 ke Jawa Barat,” ujarnya.

Kebijakan serupa juga diberlakukan untuk Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) dengan basis upah berjalan dan koefisien alfa yang sama. Namun keputusan ini tak lahir tanpa gejolak. Sebelumnya, gelombang demonstrasi buruh sempat mengguncang Purwakarta, dimulai dari kantor Disnakertrans hingga berlanjut ke kompleks Pemda, sebagai simbol perlawanan kelas atas upah yang dinilai belum mencerminkan kebutuhan hidup layak.