Cara Serikat Pekerja Tolak Upah Murah

Cara Serikat Pekerja Tolak Upah Murah
Isu Jaminan Sosial dan Tolak Upah Murah (JAMSOSTUM) merupakan isu penting bagi serikat pekerja.

Jakarta, KPonline – Aliansi serikat buruh yang tergabung dalam Koalisi Serikat Pekerja (KSP) seperti Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Partai Buruh kembali mengangkat satu tuntutan sentral menjelang penetapan upah minimum tahun 2026, yaitu menolak upah murah dan menaikkan upah minimum provinsi/ upah minimum kabupaten atau kota (UMP/UMK) sebesar 8,5%-10,5%.

Menurut para pemimpin buruh, angka 8,5%-10,5% bukan sekadar tuntutan simbolis, melainkan hasil perhitungan yang mereka klaim mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi, inflasi, serta kebutuhan hidup layak pekerja.

Dan disejumlah aksi yang berlangsung serentak di Jakarta dan beberapa provinsi, dalam beberapa waktu belakangan ini, diantaranya adalah rangkaian aksi unjuk rasa yang digelar pada Agustus 2025 lalu di depan Gedung DPR/MPR dan kantor gubernur di sejumlah Kabupaten/Kota guna menekan DPRD dan gubernur agar menyuarakan tuntutan kenaikan upah tersebut pada rapat-rapat penetapan UMP/UMK.

Dalam tuntutan yang disuarakan bersamaan dengan kenaikan persentase upah, buruh pun mendesak penghapusan praktik outsourcing yang dianggap merendahkan standar kesejahteraan, dimana pencabutan peraturan pelaksana yang dipandang mengancam kepastian kerja serta langkah konkret melindungi pekerja dari PHK sepihak.

Pemerintah dan asosiasi pengusaha merespons dengan berhati-hati. Beberapa pejabat pemerintahan menegaskan bahwa penetapan kenaikan upah harus mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kemampuan daya saing daerah, sehingga prosesnya mempertimbangkan formula teknis dan arahan kebijakan makro. Sementara itu, pengusaha menyatakan akan mengikuti mekanisme yang berlaku sambil memperingatkan kemungkinan beban biaya bagi sektor padat karya jika kenaikan dikeluarkan di atas kemampuan penyerapan UMKM dan industri kecil-menengah.

Bagaimana Koalisi Serikat Pekerja (KSP) dan diantaranya adalah FSPMI-KSPI dan Partai Buruh bekerja sama?

Kolaborasi antara partai politik (Partai Buruh) dan Koalisi Serikat Pekerja (KSP) berjalan pada tiga jalur simultan:

Pertama, Mobilisasi massa dengan mengorganisir demonstrasi serentak nasional untuk menarik perhatian publik dan pembuat kebijakan.

Kedua, Konsolidasi lokal yaitu dengan memaksimalkan jaringan Pimpinan Unit Kerja/Pimpinan Cabang/Konsulat Cabang (PUK/PC/KC) untuk mengajukan tuntutan ke DPRD/gubernur setempat dan memastikan buruh di pabrik mengetahui posisi resmi organisasi.

Terkahir atau ketiga yaitu dengan Lobi politik dan advokasi hukum, dimana Partai Buruh menggunakan posisi politiknya untuk menekan pembuat regulasi, sementara serikat menyediakan data perhitungan kebutuhan hidup layak untuk mendukung besaran 8,5%-10,5%.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan sekaligus Partai Buruh, Said Iqbal, beberapa kali menyatakan bahwa gerakan buruh ini adalah menolak “upah murah” dan meminta kenaikan yang proporsional sesuai perhitungan yang mereka ajukan. Ia menegaskan tuntutan tersebut disampaikan secara terbuka di sela aksi-aksi dan melalui rilis organisasi. Pernyataan serupa juga dilontarkan pimpinan FSPMI, Riden Hatam Aziz di sejumlah daerah saat memobilisasi anggotanya.

Penetapan UMP/UMK 2026 menurut jadwal biasanya dibahas paling lambat pada November-Desember melalui mekanisme keputusan gubernur dan pemerintah pusat yang mengacu pada formula teknis. Dan sampai saat ini, Koalisi Serikat Pekerja dan Partai Buruh menegaskan kesiapan mereka untuk melanjutkan aksi bila tuntutan 8,5%-10,5% tidak diperhitungkan secara memadai. Di sisi lain, pemerintah dan pengusaha menyatakan akan mengkaji dampak ekonomi dan menimbang formula yang “adil” bagi pekerja sekaligus mempertahankan investasi dan lapangan kerja.

Tuntutan kenaikan upah 8,5%-10,5% oleh Koalisi Serikat Pekerja dan Partai Buruh (KSP-PB) menempatkan persoalan upah dalam kerangka politik, ekonomi, dan sosial yang lebih luas.

Kemudian, apakah negara akan mengutamakan dorongan meningkatkan daya beli rakyat pekerja sekarang, atau menimbang stabilitas biaya dan daya saing jangka pendek?

Dari sisi buruh, angka tersebut adalah kebutuhan. Sedangkan dari sisi pemerintah dan pengusaha, itu menjadi parameter yang harus dihitung dengan hati-hati. Perdebatan ini dipastikan akan berlangsung hingga keputusan resmi penetapan upah 2026.

*Sumber disadur dari ANTARA, CNBC Indonesia, Kumparan, Detik, Bisnis/Kontan, dan laporan lokal FSPMI serta siaran pers organisasi.