Purwakarta, KPonline-Ketegangan menjelang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 kembali memuncak. Kali ini, suara lantang datang dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang secara resmi memberikan tiga opsi angka kenaikan upah kepada pemerintah. Langkah ini menjadi bentuk penolakan terbuka terhadap skema perhitungan UMP yang disodorkan pengusaha dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), yang dianggap tidak berpihak pada buruh.
Presiden KSPI Said Iqbal menegaskan bahwa pihaknya tidak akan diam bila pemerintah lebih memilih rumus perhitungan ala pengusaha, yang membuat kenaikan upah berada di angka yang sangat rendah.
Dalam konferensi pers di Gedung Joang ’45, Jakarta Pusat, Rabu (12/11/2025), Said memaparkan tiga opsi konkret yang dianggap realistis dan berkeadilan bagi pekerja.
Opsi pertama, KSPI mengusulkan kenaikan sebesar 6,5 persen.
Menurut Said Iqbal, angka tersebut merupakan jalan tengah yang adil, karena pernah dijadikan dasar perhitungan oleh Presiden Prabowo Subianto.
“Jalan tengahnya 6,5 persen karena sudah pernah diputuskan presiden. Kok bisa 6,5 persen? Karena makroekonominya sama, angkanya juga tidak jauh berbeda dengan tahun lalu,” ujar Iqbal.
Opsi kedua, buruh menuntut kenaikan 7,77 persen, yang dihitung dari gabungan inflasi 2,65 persen dan pertumbuhan ekonomi 5,12 persen. Perhitungan ini dianggap paling rasional karena berdasarkan data makro yang dirilis pemerintah sendiri.
Sedangkan opsi ketiga, KSPI meminta kenaikan yang lebih progresif di kisaran 8,5 hingga 10,5 persen.
Angka ini diyakini sebagai kompensasi atas kenaikan harga kebutuhan pokok, sewa tempat tinggal, dan biaya pendidikan anak pekerja yang meningkat tajam selama 2025.
Said Iqbal mengingatkan, mogok nasional menjadi keniscayaan bila pemerintah lebih memilih rumus Apindo atau Kemnaker yang dinilai terlalu menekan upah pekerja.
“Mogok nasional ini bila mana pemerintah mengikuti maunya Apindo. Apindo itu indeks tertentunya 0,1 sampai 0,5. Kira-kira kenaikan upahnya cuma 3 persen. Kalau mengikuti Menaker, indeks tertentunya 0,2 sampai 0,7. Kira-kira kenaikan upahnya cuma 3,5 sampai 6 persen,” tegasnya.
Buruh, lanjutnya, tidak akan tinggal diam bila aspirasi mereka kembali diabaikan. KSPI bahkan sudah menyiapkan aksi besar-besaran pada Desember 2025, tepat setelah pengumuman resmi UMP oleh pemerintah.
“Maka mogok nasional kami perkirakan Desember, karena Menteri akan menetapkan 20 November. Kami siapkan diri, bahkan bisa dipercepat sebelum 20 November. Kami perkirakan 5 juta buruh akan terlibat, menghentikan produksi di lebih dari 5.000 pabrik di 300 kabupaten/kota,” jelas Iqbal.
Di satu sisi, buruh berharap pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto mampu mendengarkan aspirasi mereka, seperti komitmen yang pernah diucapkan saat kampanye. Dan di sisi lain, bayang-bayang mogok nasional menjadi kenyataan yang sulit dihindari jika kebijakan upah kembali melukai nalar keadilan sosial.