Buruh Siap “Menggetarkan Negeri”: KSPI & Partai Buruh Kerahkan Aksi Nasional Tanggal 7 Desember

Buruh Siap “Menggetarkan Negeri”: KSPI & Partai Buruh Kerahkan Aksi Nasional Tanggal 7 Desember

Pasuruan, KPonline – Bara kemarahan buruh kembali menyala. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh mengumumkan bahwa mereka telah menyiapkan gelombang aksi nasional yang akan dimulai pada 7 Desember 2025, sebagai bentuk perlawanan atas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengupahan yang dinilai dapat membuat kenaikan Upah Minimum 2026 menjadi nol persen.

 

Bacaan Lainnya

Di daerah industri besar seperti Bekasi, Karawang, Batam, Surabaya, Tangerang Raya, rasa frustasi buruh sudah memuncak. RPP ini dianggap sebagai langkah mundur yang brutal, mengembalikan kebijakan upah murah di tengah biaya hidup yang kian menggila.

 

Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengecam keras proses penyusunan regulasi tersebut. Ia menyebut pemerintah bertindak sepihak, tanpa perundingan tripartit, tanpa negosiasi, tanpa menghargai hak buruh.

 

“Ini bukan perundingan. Ini sudah diputuskan dulu oleh pemerintah dan Apindo, lalu hanya disosialisasikan. Serikat buruh tidak diajak bicara,” ujar Iqbal dengan nada tegas.

 

KSPI menilai dua pasal dalam RPP itu sebagai “jebakan beracun”: formula konsumsi rata-rata buruh, dan penetapan alpha 0,3–0,8 yang menentukan persentase kenaikan upah. Jika pemerintah memilih alpha terendah, kenaikan UMP nasional hanya sekitar 4,3 persen, atau sekitar Rp 120 ribu.

 

Jumlah itu, kata Iqbal, bahkan tidak sebanding dengan harga makanan ringan di negara maju.

 

“Rp120 ribu? Itu bahkan tidak setara harga satu kebab di Jenewa. Kebijakan ini mengunci buruh dalam jurang upah murah sampai satu atau dua dekade ke depan.”

 

Sebagai tandingan, KSPI mengajukan empat pilihan kebijakan yang lebih adil:

• kenaikan tunggal 6,5 persen,

• rentang 6–7 persen,

• skema teknis 6,5–6,8 persen, atau

• jika tetap menggunakan alpha, maka 0,7–0,9, bukan 0,3.

 

Iqbal juga mematahkan narasi lama yang selalu digaungkan pemerintah dan pengusaha bahwa kenaikan upah memicu PHK.

 

Ia menegaskan, data dua tahun terakhir menunjukkan PHK dipicu oleh banjir impor dan anjloknya daya beli, bukan oleh upah minimum.

 

Dengan tekanan yang terus naik dan ruang dialog yang semakin sempit, KSPI dan Partai Buruh menegaskan siap mengambil langkah yang lebih besar jika pemerintah tetap memaksakan regulasi upah ini.

 

“Kalau RPP Pengupahan tetap dipaksakan, kami siap lanjut aksi setelah 7-8 Desember. Bila perlu, lima juta buruh berhenti produksi. Ini bukan ancaman, ini peringatan.”

 

Gelombang perlawanan buruh tampaknya sudah tak bisa dibendung. Negeri ini tengah menunggu apakah pemerintah memilih mendengar atau membiarkan ledakan yang lebih besar datang.

(Tim Media PUK JAI)

Pos terkait