Buruh di Yunani Lumpuhkan Transportasi Umum, Memprotes Rencana Pemerintah untuk Jam Kerja 13 Jam

Buruh di Yunani Lumpuhkan Transportasi Umum, Memprotes Rencana Pemerintah untuk Jam Kerja 13 Jam

Athena, KPonline -Ribuan pekerja di Yunani menggelar aksi mogok dan demonstrasi nasional pada 1 Oktober 2025 menentang rencana perubahan undang-undang ketenagakerjaan yang memungkinkan jam kerja harian hingga 13 jam. Aksi yang dipimpin serikat buruh besar itu melumpuhkan transportasi umum, menahan feri di pelabuhan, dan menghentikan sebagian layanan publik di kota-kota besar seperti Athena dan Thessaloniki.

Pemerintah konservatif menyatakan reformasi dimaksudkan untuk memberi “fleksibilitas” kepada pasar kerja, termasuk opsi lembur berbayar dan aturan yang menurut pemerintah dapat membantu perusahaan mengatasi periode permintaan tinggi. Namun serikat buruh menilai langkah itu berbahaya bagi keselamatan pekerja dan keseimbangan hidup-kerja. Menurut laporan, rancangan itu membuka kemungkinan shift hingga 13 jam, sehingga memberi ruang bagi perusahaan untuk memperpanjang hari kerja hingga beberapa jam dibanding praktik saat ini.

Unjuk rasa berlangsung luas. Kereta api, feri, taksi, dan beberapa layanan angkutan lainnya berhenti beroperasi sementara, sekolah dan pengadilan mengalami gangguan, dan banyak kantor melaksanakan layanan terbatas akibat partisipasi besar dari pekerja sektor publik dan swasta. Serikat-serikat besar nasional seperti GSEE dan ADEDY, serta federasi sektor lain, mengorganisir hari aksi 24 jam sebagai bentuk penolakan.

Para pemimpin serikat menyebut usulan itu sebagai ancaman terhadap hak dasar pekerja. Dalam berbagai pernyataan dan orasi di jalan, mereka menuntut penguatan hak kolektif, pengembalian aturan jam kerja yang lebih pendek, dan perlindungan terhadap praktek kerja berlebihan. Satu federasi menyoroti tuntutan untuk jam kerja mingguan 37,5 jam sebagai alternatif yang lebih manusiawi dibanding perpanjangan jam kerja. Selain isi tuntutan pekerja, sejumlah demonstran juga menyuarakan solidaritas internasional, antara lain mengibarkan bendera Palestina, sehingga aksi tersebut juga terhubung dengan isu geopolitik yang sedang berlangsung.

Pemerintah membela rencananya dengan menegaskan aspek kompensasi, misalnya lembur yang dibayar dan argumen bahwa aturan baru akan membantu memodernisasi pasar tenaga kerja dan memudahkan adaptasi terhadap fluktuasi permintaan. Namun kembali lagi kritikus menilai argumentasi fleksibilitas sering kali disusupi risiko eksploitasi, dimana akademisi dan praktisi keselamatan kerja memperingatkan potensi peningkatan kecelakaan kerja dan kelelahan apabila jam kerja dipanjangkan secara sistemik.

Dampak ekonomi dan sosial menjadi fokus perdebatan. Yunani masih bergulat dengan tingkat upah yang relatif rendah dibanding rata-rata Uni Eropa dan kenaikan biaya hidup, sehingga serikat khawatir perpanjangan jam kerja tidak diimbangi oleh peningkatan pendapatan yang adil atau perlindungan sosial yang memadai. Sementara itu, pihak pemerintah mengatakan reformasi diharapkan mendorong peluang kerja dan daya saing bagi bisnis domestik dalam jangka menengah.

Apa yang akan terjadi selanjutnya? Rancangan perubahan dijadwalkan dibahas lebih lanjut di parlemen dalam beberapa pekan mendatang.

singkatnya, serikat sudah mengancam aksi lanjutan jika pembahasan tidak mempertimbangkan tuntutan mereka. Pengamat politik menyoroti bahwa isu jam kerja menyentuh sensitivitas besar, yaitu keseimbangan antara kebutuhan fleksibilitas ekonomi dan perlindungan hak pekerja sering kali menjadi batu ujian legitimasi pemerintahan di mata publik.