Semarang, KPonline – Dalam audiensi Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (KC FSPMI) Semarang Raya dengan BPJS Ketenagakerjaan Kota Semarang pada Senin (14/7/2025), yang bertempat di Kantor BP Jamsostek Semarang Pemuda, dibahas sejumlah poin penting yang menjadi perhatian bersama.
Beberapa isu yang mencuat dalam audiensi tersebut antara lain adalah rendahnya pemahaman perusahaan dan pekerja mengenai cakupan kecelakaan kerja, penonaktifan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan secara sepihak oleh perusahaan tanpa konfirmasi ketika terjadi perselisihan hubungan industrial, serta persoalan seputar penyakit akibat kerja (PAK).
Menanggapi hal itu, Muhammad Irfan selaku Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Kota Semarang yang menemui perwakilan dari FSPMI menjelaskan bahwa kecelakaan kerja memiliki cakupan yang luas.
“Selama terdapat surat tugas atau surat resmi dari perusahaan, maka kecelakaan yang terjadi dalam rangka menjalankan tugas tersebut dapat dikategorikan sebagai kecelakaan kerja. Bahkan kecelakaan yang terjadi saat berangkat atau pulang kerja juga bisa diklaim, selama melalui jalur rutin dan dapat dibuktikan,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa jika terjadi perubahan jalur akibat kondisi tertentu seperti kemacetan atau penutupan jalan, klaim masih bisa diajukan selama terdapat bukti pendukung.
Terkait penyakit akibat kerja, Irfan menyampaikan bahwa klaim masih bisa diajukan meskipun status kepesertaan pekerja sudah nonaktif, dengan syarat klaim diajukan maksimal tiga tahun setelah nonaktif dan melalui proses pemeriksaan medis sebanyak tujuh tahapan.
Namun demikian, BPJS Ketenagakerjaan menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan penonaktifan kepesertaan yang dilakukan oleh perusahaan.
“Penonaktifan adalah hak penuh perusahaan. Kami tidak bisa melakukan intervensi,” tegasnya.
Sebagai solusi, BPJS Ketenagakerjaan menyarankan agar serikat pekerja mengirimkan surat resmi kepada perusahaan untuk meminta pengaktifan kembali status kepesertaan selama proses perselisihan hubungan industrial masih berlangsung. Selain itu, pelibatan Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang juga disarankan agar dapat dilakukan mediasi bersama BPJS Ketenagakerjaan.
Terkait penyakit akibat kerja (PAK), Irfan menambahkan bahwa penyakit tersebut sebenarnya dapat diidentifikasi melalui hasil Medical Check Up (MCU) awal dan akhir yang dilakukan di perusahaan, sebagai perbandingan kondisi pekerja sebelum dan sesudah bekerja.
“Walaupun dalam kondisi nonaktif, pekerja masih dapat mengklaim manfaat jaminan penyakit akibat kerja dengan batas waktu maksimal tiga tahun setelah nonaktif. Proses penetapannya melalui tujuh tahapan pemeriksaan oleh dokter atau institusi kesehatan yang ditunjuk BPJS Ketenagakerjaan,” pungkasnya. (sup)