Medan,KPonline, – Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) brdampak sangat serius terhadap perekonomian negara dan kehidupan masyarakat.
Korupsi melanggar hak-hak ekonomi serta sosial rakyat, dan telah menjadi kejahatan kerah putih yang merajalela di Indonesia dari sejak rezim otoriter tangan besi ordebaru berkuasa hingga sekarang ini, sudah menjadi bagian dari budaya yang tidak terpisahkan dari sistim kekuasaan.
Kejahatan korupsi bukanlah tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tunggal, melainkan tindak pidana kejahatan yang melibatkan banyak pihak atau dilakukan secara berjamaah.
Kasus mega korupsi di PT Pertamina Patra Niaga yang merugikan negara hingga mendekati Rp 1.000 triliun merupakan skandal terbesar dalam sejarah berdirinya negara Republik Indonesia.Dengan jumlah kerugian yang begitu fantastis, sulit membayangkan bahwa hanya sembilan orang yang bertanggung jawab. Dugaan keterlibatan “tangan kotor” penguasa semakin menguat, namun sayangnya, tangan-tangan tersebut diyakini tidak akan tersentuh hukum. Aparat penegak hukum (APH) tampaknya tidak berani menyentuh “Godfather” yang berada di balik layar, meskipun rakyat diduga tahu siapa dalang dari kejahatan ini.
Penetapan sembilan tersangka oleh Kejaksaan Agung justru menimbulkan pertanyaan besar di publik: apakah mereka benar-benar otak utama, atau sekadar pion dalam permainan besar yang dikendalikan oleh elite yang lebih berkuasa?
Publik menaruh harapan besar pada Kejaksaan Agung untuk mengusut kasus ini secara komprehensif, transparan, dan akuntabel, serta menyeret semua pelaku tanpa pandang bulu. Namun, melihat realitas penegakan hukum di negeri ini,tumpul keatas tajam kebawah, dan hukum tampil kejam kepada yang lemah, hukum membela yang bayar dan mengabaikan yang benar, harapan tersebut bisa jadi hanya sebatas ilusi. Fakta sejarah membuktikan bahwa kasus korupsi besar sering kali hanya menjerat pelaku lapangan atau pejabat menengah, sementara aktor intelektual dan pengendali utama tetap kebal hukum.
Dugaan keterlibatan “tangan kotor” penguasa semakin kuat jika menilik besarnya nilai korupsi yang mencapai hampir Rp 1.000 triliun. Jika aparat penegak hukum benar-benar berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini, seharusnya tidak ada tebang pilih. Namun, sistem yang dikuasai oligarki dan kepentingan patronase sering kali menjadi penghalang keadilan sejati.
Menumbangkan “Godfather” korupsi bukanlah perkara mudah dalam sistem yang sarat kepentingan.
Satu-satunya harapan bagi masyarakat untuk memberantas korupsi dan menegakkan hukum yang berkeadilan adalah dengan aksi nyata. Mahasiswa dan elemen masyarakat lain bersatu turun ke jalan, melakukan aksi disetiap kota, menekan pemerintah dan wakil rakyat segera menerapkan hukuman mati serta pemiskinan bagi para koruptor.
Kasus mega korupsi di PT Pertamina Patra Niaga harus menjadi momentum bagi seluruh bangsa ini untuk membersihkan negeri ini dari praktik korupsi yang telah membudaya selama puluhan tahun. Tanpa tekanan publik yang kuat dan reformasi total dalam sektor penegakan hukum, skenario yang lebih mungkin terjadi adalah kembali hilangnya kasus ini di tengah permainan politik dan kompromi kepentingan. (MP)