Anto Bangun KC FSPMI Labuhanbatu Sebut Janji 19 Juta Lapangan Pekerjaan, Hanya Ilusi

Anto Bangun KC FSPMI Labuhanbatu Sebut Janji 19 Juta Lapangan Pekerjaan, Hanya Ilusi

Medan,KPonline, – Retorika pembangunan selalu saja menampilkan angka-angka yang sangat fantastis. Janji menciptakan 19 juta lapangan pekerjaan bagi rakyat menjadi salah satu narasi politik yang dikemas manis, seolah-olah mampu memberi harapan bagi jutaan rakyat yang masih bergulat dengan pengangguran, kerja kontrak, hingga upah murah.

Tetapi realitasnya membuktikan,janji tersebut lebih banyak hidup pada baliho, spanduk dan pidato, bukan di meja makan buruh yang setiap hari memikirkan bagaimana mengisi piring keluarganya.

Kita sebagai rakyat jelata yang minim pengetahuan tentang politik dan tidak pandai menyusun kata menjadi kalimat yang kemudian menjadi sebuah narasi manis, wajar saja kita terobsesi, seharusnya terhadap janji tersebut harus dilakukan kajian untuk mengetahui seberapa besar kebenarannya.

Pertama, kita perlu bertanya pekerjaan seperti apa yang dijanjikan itu?

Apakah pekerjaan yang layak dengan jaminan sosial, upah yang memenuhi kebutuhan hidup layak, serta kepastian hubungan kerja?

Atau sekadar kerja rentan outsourcing, buruh kontrak jangka pendek, hingga tenaga lepas tanpa perlindungan hukum?

Jika yang tumbuh hanya jenis pekerjaan yang menjerumuskan buruh ke dalam siklus kemiskinan, maka angka “19 juta” hanyalah fatamorgana statistik.

Kedua, pengalaman selama ini menunjukkan bahwa ekspansi investasi dan pembangunan industri tidak secara otomatis menghadirkan kesejahteraan. Yang terjadi justru eksploitasi tenagakerja, tanah rakyat dirampas untuk kawasan industri, hutan dibabat untuk perkebunan, dan buruh digiring masuk ke dalam pabrik-pabrik dengan sistem kerja yang semakin fleksibel alias semakin mudah dipecat kapan saja bila perusahaan tidak lagi suka.

Lapangan kerja ada, tetapi hanya sebatas ruang sementara bagi tenaga kerja murah, bukan pintu keluar dari lingkaran penderitaan dan penindasan.

Ketiga, janji-janji bombastis semacam ini pada dasarnya hanya sebagai alat legitimasi politik, yang berfungsi untuk meredam kegelisahan rakyat, menutup mata terhadap krisis struktural yang sebenarnya jauh lebih dalam, ketidakadilan distribusi tanah, lemahnya perlindungan buruh, serta ketergantungan ekonomi pada modal asing.

Dengan kata lain, janji 19 juta lapangan pekerjaan hanyalah ilusi yang dibangun untuk melanggengkan kekuasaan, bukan solusi nyata bagi rakyat.

Pada akhirnya, rakyat dituntut harus jeli membaca, yang dibutuhkan bukan sekadar lapangan kerja dalam arti kuantitas, melainkan pekerjaan layak yang manusiawi.

Tanpa perubahan mendasar dalam kebijakan ketenagakerjaan, tanpa keberpihakan pada buruh, tanpa penghentian praktik perampasan tanah dan eksploitasi tenaga kerja, maka angka berapa pun yang dijanjikan hanya akan menjadi retorika kosong.Janji 19 juta lapangan pekerjaan hanyalah bayangan di kaca, fatamorgana yang menguap begitu rakyat mencoba menggenggamnya.

Yang nyata hari ini adalah, buruh masih terus berjuang, pengangguran masih menganga, ketidakadilan masih bertahan, dan korupsi masih meraja lela.

Kapankah perubahan itu akan berwujud nyata, keputusan ada pada seluruh rakyat pemilik negeri, dan sebagai pemegang kedaulatan serta kekuasaan tertinggi. (Anto Bangun)