Anto Bangun KC FSPMI Labuhanbatu : Sebagian Mahasiswa yang Ikut Aksi itu Adalah Anak dari Seorang Buruh

Anto Bangun KC FSPMI Labuhanbatu : Sebagian Mahasiswa yang Ikut Aksi itu Adalah Anak dari Seorang Buruh

Medan,KPonline, – Sebagian dari mahasiswa yang aksi turun ke jalan hari ini untuk menuntut keadilan adalah anak-anak buruh. Mereka bukan sekadar mahasiswa biasa, tetapi anak-anak yang sejak kecil menyaksikan bagaimana orang tuanya berangkat pagi buta, pulang larut malam, dengan tubuh lelah dan keringat yang menetes demi sesuap nasi.

Mereka tahu persis arti pengorbanan, tahu bagaimana rasanya hidup dari upah yang tak sebanding dengan tenaga yang dikuras habis.

Mereka tidak rela orang tuanya terus ditindas, dan diperas tenaganya oleh sistem yang kejam.

Tidak rela orang tuanya terus menerus dihisap sampai tak tersisa demi mengisi pundi-pundi para pemilik modal yang serakah. Mereka datang dengan amarah yang lahir dari sebuah luka karena melihat ayah ibunya diperlakukan seperti mesin, bukan manusia.

Luka karena kebijakan yang berpihak kepada pengusaha, sementara buruh dibiarkan berjuang sendiri.

Anak-anak ini tahu, perjuangan mereka bukan hanya untuk gelar sarjana. Mereka kuliah sambil membawa beban mimpi orang tuanya, mimpi tentang kehidupan yang lebih layak, tentang keadilan yang seharusnya mereka dapatkan. Tapi mimpi itu selalu dihadang oleh kenyataan pahit, upah murah, kerja kontrak, PHK semena-mena, dan aturan yang makin hari makin menindas.

Ketika anak-anak mahasiswa itu turun ke jalan, jangan pernah anggap ini sekadar aksi. Ini adalah tentang jeritan batin yang selama ini tertahan, tentang suara generasi yang lahir dari keringat dan darah buruh.Mereka berdiri bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi untuk orang-orang yang telah mengajarkan arti kerja keras, arti kesabaran, arti perjuangan. Mereka ingin memastikan bahwa generasi berikutnya tidak lagi mengalami nasib yang sama, bahwa orang tua mereka tidak lagi dipandang rendah oleh sistem.

Hari ini mereka lantang bersuara, karena diam berarti membiarkan ketidakadilan terus berkuasa. Mereka menolak tunduk pada keserakahan, memilih untuk melawan, karena mereka percaya, masa depan yang adil hanya bisa lahir dari perlawanan.

Ini bukan sekadar demonstrasi. Ini adalah perjuangan martabat. Perjuangan hidup. Perjuangan agar keringat orang tua mereka tidak lagi diperas, agar kerja keras mereka tidak lagi dihisap tanpa belas kasihan. Mereka turun ke jalan membawa cinta yang besar untuk orang tuanya, dan cinta itu kini berubah menjadi tekad “cukup sudah penindasan ini, cukup sudah ketidakadilan ini” (Anto Bangun)