Medan,KPonline, – Setiap tahun, negara menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) guna membiayai seluruh kegiatan operasional negara, mulai dari gaji dan tunjangan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, anggota DPR, PNS, TNI/Polri, Jaksa, Hakim, Bupati, Kepala Desa, hingga pegawai lainnya, serta untuk membiayai seluruh pembangunan, pengadaan barang dan jasa, belanja rutin, dan kebutuhan nasional lainnya.
Tetapi banyak yang tidak menyadari bahwa salah satu pemasok terbesar dana APBN adalah kaum buruh, pemasukan APBN daru buruh melalui berbagai instrumen pajak dan iuran, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang meliputi
1.KONTRI BUSI BURUH MELALUI PAJAK PENGHASILAN, (PPh).
Setiap buruh yang menerima gaji atau upah diwajibkan oleh negara membayar Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Pajak ini dipotong langsung oleh perusahaan dari gaji buruh setiap bulan dan disetorkan ke kas negara. Semakin banyak buruh yang bekerja dan semakin besar penghasilannya, semakin besar pula penerimaan negara.
2.KONTRIBUSI BURUH DARI PAJAK KONSUMSI.
Tidak berhenti pada PPh Pasal 21, buruh juga berkontribusi melalui pajak konsumsi seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang melekat pada setiap barang dan jasa yang dibeli. Saat buruh berbelanja kebutuhan pokok, membeli pulsa, atau menggunakan transportasi, secara tidak langsung mereka ikut mengisi kas negara. Ini sejalan dengan posisi buruh dalam rantai ekonomi ” Buruh sebagai produsen sekaligus menjadi konsumen produksi”
3.IURAN DAN KONTRIBUSI LAIN.
Selain pajak, buruh juga diwajibkan mengikuti program jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Seluruh iuran ini dikelola oleh lembaga negara dan menjadi bagian dari instrumen fiskal pemerintah.
4.BURUH PEMASOK APBN, BUKAN BEBAN
Terlalu sering buruh dicap hanya sebagai pihak yang menuntut hak dan membebani perusahaan. Padahal, dari sisi makro,pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, stabilitas harga, dan rendahnya pengangguran,buruh merupakan kontributor besar penerimaan negara.
Tanpa buruh, APBN akan kehilangan salah satu sumber pendapatan signifikan. Dengan jumlah buruh di Indonesia mencapai puluhan juta orang, potensi penerimaan ini sangat besar dan berkelanjutan.
Artinya, buruh bukan beban negara. Upah yang mereka terima bukan berasal dari APBN, berbeda dengan pejabat negara seperti anggota DPR atau Menteri yang gaji berikut tunjangannya menjadi beban langsung APBN.
Sayangnya, buruh sering dipandang hanya sebagai kelompok yang gemar menuntut, seperti kenaikan upah, fasilitas kerja, dan perlindungan sosial. Padahal, tuntutan itu bukan beban keuangan negara, melainkan perjuangan untuk melawan ketidakadilan dalam regulasi dan kebijakan.
Buruh adalah tulang punggung ekonomi, penggerak sektor riil, pencipta nilai tambah, dan penjaga rantai pasok. Tanpa buruh, mesin industri hanyalah besi tak bernyawa.
Negara seharusnya memberikan perlindungan dan penghargaan yang layak kepada buruh. Upah layak, jaminan sosial, dan kebebasan berserikat bukanlah hadiah, melainkan kewajiban negara sesuai amanat UUD 1945.
Buruh bukan penghambat pertumbuhan ekonomi, melainkan mitra strategis pembangunan. Negara yang kuat lahir dari rakyat yang sejahtera, dan kesejahteraan buruh adalah pondasi masa depan bangsa.
Jika buruh adalah pemasok APBN, sepantasnya negara memberikan perlindungan maksimal, karena setiap rupiah yang mereka hasilkan, sebagian kembali untuk menghidupi negara. (Anto Bangun)