Semarang, KPOnline — Aksi unjuk rasa buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJAT) Presidium Kota Semarang di depan Balai Kota Semarang, Senin (22/12/2025), berlangsung sejak siang hingga malam hari. Seiring berjalannya waktu, jumlah massa aksi terus bertambah, terutama pada sore hingga malam hari setelah buruh pulang kerja.
Mayoritas massa tambahan berasal dari buruh PT SAMI TF yang langsung bergabung ke lokasi aksi sepulang dari pabrik. Kondisi tersebut membuat aksi bertahan hingga malam hari sebagai bentuk keseriusan buruh dalam memperjuangkan hak atas upah yang layak menjelang penetapan kebijakan pengupahan tahun 2026.
Dalam orasinya, Sumartono, selaku Ketua KC FSPMI Semarang Raya, menegaskan bahwa tuntutan utama buruh adalah penetapan Upah Minimum Kota (UMK) Semarang 2026 yang sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) berdasarkan data resmi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Ia menilai bahwa hingga saat ini angka UMK yang dibahas masih jauh dari nilai riil kebutuhan hidup buruh dan keluarganya.
“Dari rapat Dewan Pengupahan Kota Semarang, rumusan yang dipakai dalam menentukan UMK Kota Semarang tahun 2026, jika menggunakan alfa 0,9 saja nilainya masih di bawah KHL berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan. Sementara itu, pemerintah justru mengusulkan alfa 0,7 yang tentunya menghasilkan nilai nominal lebih rendah,” ujarnya.
Selain UMK, isu Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) juga menjadi sorotan utama dalam aksi tersebut. Menurutnya, UMSK Kota Semarang berada dalam posisi terancam tidak diberlakukan. Bahkan jika UMSK ditetapkan, besaran kenaikannya dinilai belum menyentuh nilai KHL dan belum mencerminkan beban kerja serta tingkat produktivitas buruh di sektor-sektor industri strategis.
“Kalaupun UMSK diterapkan, nilainya masih jauh dari KHL versi Kemnaker. Ini menunjukkan bahwa kebijakan pengupahan belum berpihak kepada buruh. Karena itu, kami menuntut pemerintah kota menerapkan UMSK pada sektor-sektor yang sudah ada serta memperluasnya ke sektor-sektor lainnya,” tegasnya di hadapan massa aksi.
Buruh di Kota Semarang menegaskan bahwa mereka tidak menginginkan Semarang terus-menerus menjadi ibu kota provinsi dengan upah terendah di Indonesia. Oleh karena itu, buruh menuntut tanggung jawab negara untuk menjamin penghidupan yang layak sebagaimana amanat konstitusi.
Hingga malam hari, perwakilan buruh yang telah disiapkan untuk melakukan audiensi belum berhasil menemui Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti, guna menyampaikan tuntutan secara resmi.
Sebagai bentuk tekanan lanjutan, ABJAT menyatakan akan melanjutkan aksi unjuk rasa pada Selasa (23/12/2025) di lokasi yang sama apabila pemerintah kota tetap tidak merespons tuntutan buruh. Aksi lanjutan tersebut direncanakan dengan jumlah massa yang lebih besar lagi. (sup)