Semarang, KPonline — Audiensi lanjutan antara Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJAT) dan Pemerintah Kota Semarang pada Rabu (27/8/2025) membuka tabir sikap pemerintah terhadap nasib buruh. Dalam forum yang digelar di Balaikota Semarang tersebut, perwakilan pemerintah menyatakan bahwa regulasi teknis Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) akan tetap mengacu pada aturan nasional. Namun, pernyataan ini justru memicu kritik tajam dari kalangan buruh.
BRIDA melaporkan bahwa riset teknis UMSK telah berjalan dan hampir rampung. Kajian mencakup evaluasi sektor, kemungkinan penambahan, serta formulasi berbasis KBLI dan sistem OSS. BRIDA juga berjanji akan melibatkan perwakilan buruh dalam proses penyusunan hasil riset, dan menggelar Forum Group Discussion (FGD) pada minggu ketiga September. Sedangkan hasil kajian dijadwalkan selesai Oktober 2025.
Namun, di balik laporan teknis tersebut, muncul kekhawatiran dari kalangan buruh bahwa proses ini hanya formalitas belaka.
Ahmad Zainuddin, pegiat buruh dari Semarang dan juga merupakan Sekretaris Partai Buruh Jawa Tengah ini, menyampaikan kritik keras terhadap sikap Pemkot Semarang.
“Balai Kota seolah lempar-lemparan tanggung jawab. Respon soal Perwal hanya ‘nggandul’ regulasi nasional demi cari aman. Ini sama saja tidak memperhatikan nasib buruh Kota Semarang,” tegasnya.
Ia juga menganggap BRIDA, Biro Hukum, dan Disnaker sedang “berkoloni” untuk menggagalkan terbitnya Perwal UMSK.
“Mereka, termasuk Wali Kota, tidak punya ghiroh sedikit pun untuk menaikkan upah buruh. Kalau perlu, kita adukan ke Gubernur bahwa Pemkot Semarang tidak punya niat mensejahterakan buruh. Tidak ada program spesifik untuk buruh, semuanya nihil,” lanjut Zainuddin.
Pernyataan Zainuddin mencerminkan kekecewaan mendalam terhadap sikap pemerintah yang dinilai tidak berpihak. ABJAT dan federasi buruh lainnya berkomitmen untuk terus mengawal proses ini, termasuk memastikan keterlibatan buruh dalam kajian BRIDA bukan sekadar simbolis.
Regulasi UMSK bukan sekadar angka, tapi soal keadilan dan keberpihakan. Jika pemerintah daerah tak mampu hadir untuk buruh, maka buruh akan hadir untuk menuntutnya. (sup)