21 Tahun Menanti Keadilan Bagi PRT

21 Tahun Menanti Keadilan Bagi PRT

Purwakarta, KPonline – Di setiap rumah, ada cerita tak terucap tentang pekerja rumah tangga (PRT) yang bekerja tanpa lelah, namun tanpa pengakuan. Mereka mengasuh anak-anak kita, memasak makanan kita, menjaga rumah kita, tetapi hak mereka sering dirampas. Data ILO (2015) menyebutkan 4,2 juta PRT di Indonesia, dengan mayoritas perempuan dan anak-anak yang rentan terhadap kekerasan dan eksploitasi. RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah janji keadilan yang telah tertunda selama 21 tahun. Pada 17 Juli 2025, Sekretaris Jenderal Partai Buruh, Ferri Nuzarli, dalam RDPU Badan Legislasi DPR RI, menyerukan percepatan pengesahan RUU PPRT sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan tenggat tiga bulan kerja. “Ini soal keadilan, bukan formalitas,” tegasnya. RUU ini mengusung tiga pilar utama: perlindungan menyeluruh sesuai jenis pekerjaan PRT, jaminan sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan, dan pengaturan jam kerja serta THR melalui kesepakatan tertulis yang turut diawasi khususnya oleh RT/RW.

Namun, mengapa RUU ini terus terhambat? Sejak 2004, RUU PPRT telah masuk Prolegnas, namun sering kali terhenti di pimpinan DPR dengan alasan “kajian sosiokultural”. Komnas Perempuan menegaskan bahwa penundaan ini melanggar hak konstitusional PRT atas pekerjaan layak.

Wahyu Hidayat, Pengurus Partai Buruh Purwakarta dan Spirit Binokasih berkata, “Kalau RUU PPRT tidak disahkan, kasus majikan yang semena-mena tentu masih berpotensi terus terjadi. Kekerasan terhadap PRT mungkin saja merajalela. Solusinya jelas yaitu DPR harus memprioritaskan RUU PPRT sebagai _carry-over_ di Prolegnas 2025-2029.” ujarnya. Pemerintah daerah perlu membentuk mekanisme pengawasan dan pelaporan pelanggaran, seperti yang diusulkan Partai Buruh. Sosialisasi kepada masyarakat dan pelatihan bagi PRT juga krusial untuk memastikan implementasi yang efektif. Komnas HAM menyarankan perjanjian kerja standar yang mencakup upah, jam kerja, dan jaminan sosial. Kita semua punya peran. Masyarakat sipil harus terus mendesak DPR melalui aksi, petisi, dan melalui media sosial.

Partai Buruh dengan seluruh inisiator khususnya JALA PRT terus berjuang dengan Konsep, Lobi, aksi jalanan hingga mogok makan maupun diskusi publik serta melalui politik. Indonesia Emas 2045 hanya akan tercapai jika kita juga menghargai PRT sebagai profesi bermartabat. Seperti kata Wahyu Hidayat, “Semoga RUU PPRT menjadi tonggak sejarah menuju Indonesia yang unggul, bermartabat dan sejahtera!”.

Saatnya PRT bersuara, saatnya Indonesia berubah. Jangan biarkan 4,2 juta pekerja terus hidup dalam ketidakpastian.