17,3 Juta Suara Pemilih Tak Terhitung, Partai Buruh Resmi Gugat ke MK

17,3 Juta Suara Pemilih Tak Terhitung, Partai Buruh Resmi Gugat ke MK
Partai Buruh Resmi Gugat ke MK. Rabu (13/8/25). Foto : Istimewa

Jakarta, KPonline – Partai Buruh resmi mengajukan uji materi terhadap ketentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan ini teregistrasi dengan Nomor 131/PUU-XXIII/2025 dan disidangkan pada Rabu (13/8/2025).

Gugatan ini menyoal Pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mewajibkan partai politik memperoleh minimal 4% suara sah nasional untuk dapat menghitung perolehan kursi DPR. Ketentuan tersebut sebelumnya dinyatakan konstitusional bersyarat dalam Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 untuk Pemilu DPR 2029 dan seterusnya.

Bacaan Lainnya

Kuasa hukum Partai Buruh, Said Salahudin, menilai aturan ambang batas ini merugikan hak politik rakyat. Ia merujuk pada Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang membuka ruang bagi pengujian ulang terhadap kebijakan hukum terbuka (open legal policy), seperti yang sebelumnya terjadi pada penghapusan presidential threshold.

Menurutnya, MK tetap dapat mengubah pendiriannya jika terbukti aturan tersebut melanggar hak politik, kedaulatan rakyat, dan prinsip rasionalitas.

Suara Terbuang dan Hilangnya Keterwakilan

Partai Buruh memaparkan bahwa pada Pemilu 2024 terdapat 17,3 juta suara (11,3% dari total suara sah) yang tidak terkonversi menjadi kursi DPR. Jumlah ini dianggap sebagai pemborosan suara (wasted votes) yang mengakibatkan hilangnya keterwakilan politik, terutama di wilayah di mana partai kecil mendapat dukungan signifikan.

Ambang batas nasional dinilai membuat parlemen semakin homogen, menguntungkan partai besar, mengurangi pluralisme politik, dan bertentangan dengan prinsip keadilan pemilu (electoral justice).

Usulan Ambang Batas Berbasis Dapil

Partai Buruh berpendapat ambang batas seharusnya dihitung di tingkat daerah pemilihan (dapil), bukan secara nasional. Dengan sistem proporsional, tujuan utamanya adalah meminimalkan suara terbuang, sehingga penerapan ambang batas nasional justru menjadi kontradiktif.

Dalam petitumnya, Partai Buruh meminta MK menghapus ketentuan ambang batas parlemen nasional. Jika tetap diberlakukan, mereka mengusulkan alternatif penerapan ambang batas berbasis dapil.

Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh meminta Pemohon memperjelas kedudukan hukum (legal standing) dalam perbaikan permohonan. MK memberi waktu 14 hari untuk revisi, dengan batas akhir Selasa, 26 Agustus 2025 pukul 12.00 WIB.

Pos terkait