10 Fakta Unik di Balik Suksesnya Wisata Orang Waras Surabaya

10 Fakta Unik di Balik Suksesnya Wisata Orang Waras Surabaya
Wisata Orang Waras terlaksana di Pos Bloc Surabaya, pada Sabtu 13 September 2025 dengan diikuti berbagai elemen masyarakat.

Surabaya, KPonline – Wisata Orang Waras (WOW) yang digelar pada Sabtu, 13 September 2025, di Paviliun Hall Pos Bloc Surabaya sukses memukau ratusan peserta. Namun di balik meriahnya acara tersebut, ternyata tersimpan banyak cerita unik yang menjadi catatan berharga bagi FSPMI dan Methosa. Berikut sepuluh di antaranya:

1. Berawal dari Aksi Indonesia Gelap
Ide Wisata Orang Waras pertama kali muncul pada 17 Februari 2025 saat aksi Indonesia Gelap .

Bacaan Lainnya

di Tugu Tani, Jakarta. Vokalis Methosa, Mansen Munthe, bertemu Kabiro Media Perdjoeangan Jatim, Khoirul Anam, Putri dan Iwan Budi Santoso.

Dari pertemuan itu lahir gagasan WOW, yang sejak awal memang diniatkan dimulai dari Surabaya. Kebetulan saat itu FSPMI juga tengah mencari cara kreatif untuk mengenalkan organisasinya ke publik.

2. Lagu Methosa Jadi Soundtrack Aksi Buruh
Sejak September hingga Desember 2024, lagu-lagu Methosa sudah akrab di telinga buruh Jawa Timur. Karya mereka kerap diputar sebagai penyemangat dalam aksi perjuangan upah yang digalang FSPMI.

3. Massa Aksi Tak Kenali Methosa
Momen unik terjadi 5 Juli 2025 saat Methosa berkunjung ke aksi buruh PT Pakerin. Massa aksi memutar album KAUSA Nusantara lewat mobil komando, tanpa menyadari bahwa para personel band tersebut ada di tengah mereka. Barulah setelah Mansen Munthe menyapa dan ikut berorasi, buruh menyadari siapa yang hadir di hadapan mereka.

Wisata Orang Waras dimulai dari pertemuan ini ditanggal 17 Februari 2025 di Tugu Tani Jakarta, dari kiri Putri, Mansen Munthe, Khoirul Anam, Iwan Budi Santoso

4. Dimulai dari Nol Rupiah
WOW Surabaya dibangun dari keyakinan. Baik FSPMI maupun Methosa memulainya tanpa modal dana alias nol rupiah. Tantangan anggaran bahkan sempat membuat acara ini hampir batal.

5. Drama Venue yang Penuh Rintangan
Venue menjadi persoalan pelik. Awalnya direncanakan di Omah Perjuangan, lalu berpindah ke LBH Surabaya, EDOTEL, Dekesda, Café, hingga akhirnya Pos Bloc Surabaya. Bahkan ketika sudah fix, sempat dibatalkan karena miskomunikasi dengan pengelola. Beruntung panitia berhasil melobi ulang H-6 sebelum acara.

6. Bendera Berkibar di Puncak Lawu
Sepekan sebelum acara, Khoirul Anam dan Agus Sujarwo mendaki Gunung Lawu bersama komunitas PARIN pala. Meski bukan pendaki, mereka berhasil mengibarkan bendera FSPMI, Methosa, dan Methozen di puncak 3.265 MDPL, yang kemudian dibawa turun dan dipasang di panggung WOW Surabaya.

7. Panitia adalah Buruh, Bukan EO
Sebanyak 20 orang panitia WOW Surabaya adalah buruh anggota FSPMI. Mereka bukan event organizer profesional dan baru pertama kali menggelar konser. Namun semangat gotong royong membuat semua tantangan bisa diatasi.

8. Nyaris Batal karena Kerusuhan Agustus
Kerusuhan massa 28–31 Agustus 2025 di Surabaya membuat persiapan WOW kian sulit. Aksi besar yang berujung huru-hara bahkan pembakaran di sekitar Grahadi dan Pos Polisi membuat izin penyelenggaraan hampir tak keluar.

9. “Ada Mangu” di WOW
Mengambil istilah dari lagu Fourtwnty, “Mangu” juga hadir di WOW. Mansen Munthe dan Khoirul Anam sering kali hanya bisa berdoa di tengah banyaknya kendala. Doa lintas keyakinan—Mansen seorang Nasrani dan Anam seorang Muslim—menjadi energi spiritual tersendiri bagi mereka.

10. Kode Keras dari Mug Souvenir
Ketika sempat muncul wacana memindahkan venue ke Sidoarjo, panitia mencetak mug enamel sebagai souvenir. Awalnya bertuliskan “WOW Jawa Timur”, namun vendor justru mencetak “WOW Surabaya”. Bukannya kecewa, hal itu justru dianggap sebagai kode keras bahwa acara harus tetap digelar di Surabaya.

Bonus: Mansen Sakit H-1
Sehari sebelum acara, Mansen Munthe jatuh sakit. Meski sempat mengkhawatirkan, hal itu tak menyurutkan penampilan Methosa di panggung WOW.

Fakta-fakta unik ini semakin mempertegas bahwa WOW Surabaya bukan sekadar konser dan jagongan biasa, melainkan buah perjuangan, keyakinan, dan kolaborasi antara FSPMI, Methosa, serta berbagai elemen masyarakat.(Abd Muis)

Pos terkait