Seorang Pria yang Menangis di PTUN Semarang

Semarang, KPonline – Namanya Eko Martiko. Dia adalah seorang buruh di salah satu Perusahaan besar di Kabupaten Jepara.

Suatu pagi di hari Rabu, Eko tampak payah dengan badan letih dan mengantuk. Dia keluar dari pabrik selepas bekerja shift malam. Eko menghampiri kawan-kawannya yang juga sama-sama pulang shift malam, berkumpul di halaman depan pabriknya.

Pagi itu mereka tidak pulang ke Kost. Badan yang nampak payah justru berubah menjadi semangat. Seorang pria bernama Yohanes tampak memberikan motivasi kepada mereka. Mas Yo, sapaan akrab untuk Yohanes, adalah seorang ketua Pimpinan Unit Kerja Serikat FSPMI di pabrik tempat Eko bekerja.

“Hidup Buruh!” Begitu pekik mereka lantang sebelum mereka naik ke sebuah Bus. Pikirku, mereka akan berkarya wisata kemana sehingga badan badan yang payah itu terlihat bergairah kembali.

Namun ternyata aku salah. Eko bersama kawan-kawannya ternyata menuju PTUN Semarang. Apa yang bisa di nikmati disana ? Pemandangan bukan, suasana segar pun bukan.

Ternyata pagi itu, Eko beserta kawan-kawannya sedang melakukan pengawalan sidang gugatan UMK Kabupaten Jepara. Ya, upah minimum Kabupaten Jepara yang hanya bernilai Rp 1,6 juta itu di gugat oleh sebuah Asosiasi pengusaha Meubel Jepara (HIMKI).

Saat itu yang nampak mengawal perkara tersebut hanya Eko dan kawan-kawannya yang berjumlah sekitar dua puluhan. Entah dimana buruh jepara yang lain, dalam hati ku berpikir, pabrik tempat Eko, Mas Yo dan kawan-kawannya bekerja itu bahkan upahnya sudah jauh lebih baik dari sekedar UMK yang ada di Kab. Jepara. Tetapi, kenapa hanya mereka? Timbul pertanyaan, dimana atensi buruh buruh pabrik lainnya di Kabupaten Jepara?

Entahlah, namun ketika melihat Eko dan kawan-kawannya yang begitu ikhlas dan semangat begitu membuatku takjub.

Ternyata tak hanya Rabu pagi itu saja, Rabu Rabu sebelumnya pun mereka rutin melakukan pengawalan. Entah sudah berapa Rabu yang menjadi Saksi semangat Eko dan kawan-kawannya dalam melakukan Misi Penyelamatan UMK Kabupaten Jepara.

Terkadang sesampai di Gedung PTUN pun, tak banyak perkembangan yang di dapat. Beberapa kali sidang di tunda dengan berbagai sebab. Raut raut kecewa kadang muncul. Badan sudah payah, mulut kering, perut lapar, jauh jauh dari Jepara, sampai Semarang sidang ditunda.

Dari perkara tersebut, Eko banyak belajar, mulai dari penyiapan berkas hingga menjadi salah satu saksi di sidang tersebut. Ia bersama kawan-kawannya pun gencar melakukan sosialisasi. Baik di jalanan maupun di media sosial. Konsolidasi-konsolidasi pun di perkuat. Tak kurang Pro dan Kontra akan aksi mereka. Ada yg mengapresiasi, ada pula yang nyinyir hingga mencaci.

Bagaimanapun caranya, bagaimanapun jalannya, Eko dan kawan-kawannya lakukan untuk menyelamatkan UMK Kab Jepara. Mereka lakukan rolling. Setiap hari Rabu bagi anggota serikat yang lepas shift malam, langsung berangkat mengawal sidang. Kadang bila sidangnya molor, merekapun juga lesu, sudah makan sering telat, istirahat kurang, eh sidangnya molor hingga selepas dzuhur. Karena sepulang dari pengawalan di PTUN mereka tak ada waktu untuk bersantai, hanya tersisa beberapa jam saja sebelum mereka kembali harus melakukan tanggung jawabnya untuk bekerja shift malam lagi.

Rabu kali ini, 9 Agustus 2017 adalah hari dimana akan dilangsungkan pembacaan putusan terkait gugatan UMK Kab Jepara.

Eko beserta kawan-kawannya harap harap cemas. Meski kali itu Eko dan kawan-kawannya yang biasanya datang puluhan, kini harus mendatangkan ratusan rekannya di depan gedung PTUN Semarang, namun kekhawatirannya tetap tak bisa di bendung. Tampak dia hening berdoa.

Hingga tiba saatnya, Majelis Hakim yang di ketuai Herry Wibawa, SH., MH menyatakan menolak gugatan HIMKI atas UMK Kab. Jepara.

Ketok palu sang Hakim menghentikan degupan jantung dalam seper sekian detik. Tangis haru Eko pun tumpah tak tertahan. Alhamdulillah.. Begitu ucapnya lirih dalam hati di barengi pekikan kawan-kawannya: Hidup Buruh! Hidup Buruh!

(Afg)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *