Selain Sebabkan PHK, Otomatisasi Gardu Tol Ternyata Juga “Curangi” Pengguna Jalan Tol

Jakarta, KPonline – Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) Mirah Sumirat, mendesak Pemerintahan Jokowi-JK untuk menghentikan rencana otomatisasi gardu tol di seluruh Indonesia, karena akan berdampak ribuan pekerja jalan tol ter-PHK.

Otomatisasi gardu tol ternyata hanya untuk mengejar kepentingan bisnis semata tanpa memperhatikan kewajiban Negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia. Kenyataan ini sangat ironis, ketika Pemerintah meng-klaim telah menciptakan berbagai lapangan pekerjaan dan mengurangi angka pengangguran, ternyata justru Pemerintah juga yang menciptakan ribuan pengangguran baru.

Berdasarkan data BPS, jumlah pengangguran di Indonesia pada tahun 2015 sudah berjumlah 7,7 juta orang. Otomatisasi gardu tol dengan alasan untuk mempercepat waktu transaksi sesungguhnya juga hanya opini yang ingin dibangun oleh Pemerintah, dalam hal ini Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Perhubungan, sehingga memuluskan rencana PHK massal pekerja jalan tol di seluruh Indonesia.

Sebagai reaksi atas rencana Pemerintah yang akan melakukan PHK massal, maka para pekerja di berbagai perusahaan pengelola jalan tol saat ini telah melakukan konsolidasi, dengan membentuk Aliansi Pekerja Jalan Tol Seluruh Indonesia (APJATSI). Para pekerja jalan tol yang tergabung dalam APJATSI datang dari perusahaan pengelola jalan tol, baik BUMN, anak perusahaan BUMN, maupun perusahaan swasta. Agenda pertama perjuangan APJATSI adalah bersama-sama menolak otomatisasi gardu tol yang dilakukan oleh Pemerintah. Selain itu APJATSI juga akan melakukan berbagai program kerja lain yang terkait dengan upaya meningkatkan kesejahteraan seluruh pekerja jalan tol di Indonesia. Demikian disampaikan Mirah Sumirat yang juga merupakan Presiden Serikat Karyawan Jalantol Lingkarluar Jakarta (SKJLJ), melalui keterangan pers tertulisnya.

Otomatisasi gardu tol sudah mulai dilakukan sejak tahun 2012. Saat itu baru berjalan 40% dari niat awal 80%. Puncaknya adalah pada tahun 2015, Pemerintah melalui Menteri Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat dan Menteri Perhubungan menginginkan otomatisasi gardu tol 100% selesai pada tahun 2018. Artinya Pemerintah ingin seluruh jalan tol di-otomatisasi dan tidak ada lagi pelayanan transaksi di jalan tol oleh manusia. Jika membandingkan Indonesia dengan negara maju seperti Eropa dimana jalan tol di negara tersebut tidak ada pelayanan dengan manusia, kondisi di Eropa menjadi wajar karena mayoritas usaha di sana adalah padat modal dan populasi penduduknya sedikit. Berbeda dengan Indonesia yang mayoritas usahanya padat karya dan jumlah penduduknya saja berjumlah 250 juta lebih. Puluhan juta rakyat Indonesia saat ini sedang mencari pekerjaan, belum lagi ditambah dengan pengangguran yang saat ini berjumlah di atas 7,7 juta orang. Sedangkan di negara Asia dan ASEAN yang masih serumpun dengan Indonesia, dalam pengelolaan jalan tol di negaranya masih menggunakan pelayanan manusia, tidak seluruhnya menggunakan mesin.

Mirah Sumirat juga menyampaikan bahwa rencana otomatisasi seluruh gardu tol semakin dipertegas oleh Pemerintah pada tahun 2016, melalui pernyataan Menteri BUMN bahwa otomatisasi seluruh gardu tol akan selesai pada akhir tahun 2016.

Meski perihal PHK sempat dibantah oleh Direksi PT Jasa Marga namun faktanya PHK pasti akan terjadi.

“Ribuan orang pekerja yang ada di gardu tol akan dikemanakan?” Tanya Mirah Sumirat. Sedangkan tempat kerja di perusahaan tersebut, selain gardu tol, tidak bisa menampung eks pekerja dari gardu tol dimaksud.

Mirah juga mempertanyakan mengapa rencana otomatisasi gardu tol tidak pernah dibicarakan dan dikaji, baik secara akademisi maupun penelitian, dengan mengajak duduk bersama seluruh stakeholder, termasuk Kementerian Ketenagakerjaan dan serikat pekerja. Kami tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan rencana otomatisasi gardu tol ini, tegas Mirah Sumirat.

Selama ini pekerja jalan tol hanya diberikan pelatihan tentang bagaimana melayani transaksi pengguna jalan tol secara cepat tanpa mengesampingkan hak pengguna jalan tol yaitu keramahtamahan serta kejujuran.

ASPEK Indonesia menduga bahwa otomatisasi gardu tol hanya untuk kepentingan bisnis pihak tertentu saja. Teknologi bukan untuk mengorbankan orang/pekerja namun justru harus memudahkan. Mirah Sumirat juga mengingatkan kepada masyarakat untuk mewaspadai “pengambilan paksa” dana masyarakat berkedok otomatisasi gardu tol. Mirah menjelaskan bahwa pemilik & pengguna kartu e-toll, tanpa sadar sesungguhnya telah “diambil paksa” uangnya oleh pihak pengelola jalan tol dan oleh bank yang menerbitkan kartu e-toll. Mirah mencontohkan, apabila masyarakat membeli kartu e-toll seharga Rp.50.000,- sesungguhnya hanya mendapatkan saldo sebesar Rp.30.000,-. Kemana selisih uang yang Rp.20.000?

“Konsumsen dipaksa untuk merelakan kehilangan dananya, bahkan sebelum kartu e-toll digunakan untuk transaksi,” tegasnya.

Dengan tidak adanya gardu tol manual yang dioperasikan oleh pekerja gardu tol, maka secara tidak langsung pengguna jalan dipaksa untuk membeli kartu e-toll dan dipaksa untuk merelakan kehilangan uangnya dengan dalih biaya administrasi/biaya kartu e-toll. Bayangkan, berapa triliun dana masyarakat yang akan diambil paksa dari sistem full GTO ini? Kondisi ini jelas-jelas membuat pengguna jalan tol sebagai konsumen diperlakukan tidak adil, bahkan bisa dikatakan “dicurangi” oleh sistem bisnis antara perusahaan pengelola jalan tol dengan perbankan yang menerbitkan kartu e-toll. Ketika perusahaan pengelola jalan tol hanya menyediakan gardu tol otomatis tanpa menyediakan gardu manual, apakah itu bukan paksaan kepada konsumen pengguna jalan tol? Pengguna jalan tol sebagai konsumen tidak diberikan pilihan dalam mendapatkan pelayanan tol.

Dalam memperjuangkan nasib pekerja jalan tol di Indonesia, ASPEK Indonesia bersama APJATSI, seiring dengan semangat NAWACITA yang digaungkan oleh Pemerintahan Presiden Ir. Joko Widodo dimana akan menyediakan lapangan pekerjaan yang berkelanjutan bukan menghadirkan pengangguran, meminta Presiden Joko Widodo untuk memenuhi aspirasi penolakan otomatisasi gardu tol dan meminta semua pihak untuk menghentikan pembangunan Gardu Tol Otomatis, yang saat ini pembangunannya semakin banyak dilakukan oleh perusahaan pengelola jalan tol di Indonesia. (*)

Sumber Foto: konftronrasi.com