Rindu Yang Bertanya

Rindu Yang Bertanya

Pagi pukul 06:00
Ada hal yang tak biasa
Aku melaju dengan sepedaku perlahan dan hati-hati
Ku kayuh semakin pelan dan sangat pelan
Lalu terhenti di sebuah jembatan
Jembatan layang yang mengantarkan banyak orang menuju tempat tujuan

Aku terdiam, teringat 10 tahun silam
Ku pandang ke Timur, kala pagi itu
Cahaya merah menyebar kesetiap penjuru kotaku
Menerangi pagi yang benar-benar pagi

Ku pandang ke Barat, kala pagi 10 tahun lalu
Hijau daun terhampar luasnya
Hingga atap rumah tertutupi
Sangat indah.

Ahh.. kenapa aku?
Kenapa aku hanyut dalam lamunan tadi?
Kenapa aku tiba-tiba berhenti disini?
Kenapa aku ingin berada disini?

Tersadar aku dan ku tatap lagi
Melihat ke Barat dan ke Timur
Semua tampak berbeda, ya sangat berbeda
Apakah aku sedang berkhayal atau bermimpi

Yang dulu hijau kini menjadi kusam
Atap-atap rumah yang tidak terwat berbaris rapat
Pepohonan rindang dimana letakmu
Kemanakah hijau mu kotaku?
Cahaya,
Oohh cahaya merah mentari tak terlihat lagi
Gedung, ya gedung- gedung tinggi itu
Bersembunyi dibalik sanakah dirimu cahaya?

Bising..
Oohh bising sekal
Bukan ini bukan nyanyian burung kala itu
Yang membangunkan orang-orang saat pagi datang.

Ya benar
Mesin-mesin, serta kendaraan
Sumber kebisingan itu.
Dan mengganggu istrahat orang-orang saat malam datang.

Ahhh.. awan hitam datang
Sebntar lagi akan turun hujan
Tapi langit terlihat biru cerah
Apa itu yang menggumpal hitam di atas sana?

Ternyata hanya asap
Asap-asap pembakaran limbah pabrik sekitar
Bercampur dengan asap kendaraan yang sejak pagi melintas
Tidak percaya, inikah kotaku sekarang.?

Cepat sekali waktu merubah semuanya
Apa karena aku yang terlalu sibuk dengan urusanku
Ataukah kota ini yang mulai menua
Ataukah kita yang tak bisa merawat, membela, dan mempertahankan Titipannya.

Aku yang sedang merindu, merindukan masa kecil yang indah.
Adakah kelak anak cucu kita menikmati ke indahan yang sama.
Atau meneruskan pederitan yang berkepanjangan..?

#eman_serpihan_senja

 

Kertas Putih dan Coretan Pena

Terkemas dengan indah
Bersampul berwarna-warni
Rapih tanpa lekuk lipatan
Tajam setiap sudutnya

Garis-garis pemisah sama rata
Lembar demi lembar ku buka
Garis demi garis sama terangnya
Sudut demi sudut sama bersiku

Semakin menumpuk lembaran ku buka
Coretan pena yang tak terduga
Terlihat jelas, entah siapa
Siapa yang menggoreskannya

Rasa nggan pun mulai tumbuh
Nggan membuka lembaran berikutnya
Tapi hati kecil, berkata sudah lah
Masih ada lembaran putih lainnya

Akan ku goreskan tinta
Dari pena yang ku punya
Dengan kisah-kisah yang indah
Dengan cerita-cerita selayaknya

Hanya pena yang ku punya
Dan akan ku jaga setiap lembarnya
Agar tiada lagi noda yang mengotorinya
Dan pena lain menggoresnya

Namun jika suatu saat
Dirampasnya selembar kertas putih lainnya
Maka, sudah lah
Aku tak akan lagi menggoreskan titik di lembar lainnya.

Sulaeman
Sang Serpihan Senja

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *