Pemerintah Harus Perhatikan Kesejahteraan Buruh Perkebunan Sawit

Jakarta, KPonline – Direktur Sawit Watch (SW), Inda Fatinaware mengatakan, kerap menemukan sejumlah praktek-praktek eksploitasi buruh di perkebunan kelapa sawit. Hal itu dijumpai dibeberapa daerah seperti, Sumut, Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat

“Banyak anak-anak dan perempuan istri buru ikut bekerja membantu di perekebunan kepala sawit, namun tidak diupah sebab tidak terdaftar sebagai buruh,” kata Inda seperti diberitakan jurnas.com, Sabtu (27/5/2017).

Pada saat yang sama buruh kebun kelapa sawit harus mencapai target kerjanya. Jika tak tercapai, maka upah yang mereka terima berkurang dari yang seharusnya. Misalnya, upah buruh panen di beberapa perkebunan di Kotawaringin Timur Kalteng sebesar Rp 54.000/hari, dengan catatan mereka harus memenuhi basis borong yang sudah ditetapkan. Bila tidak memenuhi, maka jumlah yang diterima tidak akan sebesar itu.

Kalaupun para ibu dan anak-anak mereka harus membantu untuk mencapai target tersebut, lanjut Inda, ia hanya buruh harian lepas (BHL) dengan upah rendah, tanpa dibekali alat kesehatan dan keselamatan kerja. Pada umumnya, perempuan buruh bekerja sebagai penyemprot pestisida dan pemupuk. Mereka tidak diberi sarung tangan dan masker apalagi sepatu bot, jadi mereka rentan terpapar bahan kimia berbahaya dan beracun

“Bahkan banyak ibu-ibu juga membawa anaknya yang masih balita ke kebun. Kadang anak-anaknya yang masih balita bermain-bermain dekat dari tempat mencampur racun (pupuk dan pestisida),” kata Inda

Karena itu kata, Zidane sebagai Spesialis advokasi dan Kampanye Buruh SW meminta, pemerintah memastikan hubungan kerja antara perkebunan dan buruh terdokumentasi secara tertulis, maksudnya ada perjanjian kerja secara tertulis.

Pemerintah juga harus merubah sistem perhitungan upah di perkebunan kelapa sawit, sebab kebutuhan pokok relatif mahal karena lokasi yang jauh. Yang terakhir yang harus pemerintah lakukan adalah melalukan evaluasi kepatuhan korporasi atas UU tenaga kerja, UU Serikat buruh, UU keselamatan dan kesehatan kerja serta implementasi BPJS.

Sementara itu, Presiden Dewan Pimpinan Pusat Feserasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPP FSPMI), Said Iqbal mengatakan bahwa sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap buruh perkebunan sawit. Apalagi produk ini menjadi unggulan bagi Indonesia.

FSPMI sendiri memiliki anggota yang berasal dari buruh perkebunan sawit. Mereka tergabung dalam Serikat Pekerja Aneka Industri (SPAI) yang merupakan salah satu serikat pekerja di FSPMI. “Oleh karena itu, FSPMI akan bekerja keras untuk memperjuangkan kesejahteraan buruh berkebunan sawit,” tegasnya.