Omah Buruh: Kesetiaan yang Tak Tergantikan (1)

Bekasi, KPonline – Pergerakannya begitu cepat dan dahsyat. Wajar apabila ada orang yang nyinyir dengan keberadaannya. Betapa tidak? Kami dari yang awalnya bukan apa-apa kini menjadi sangat diperhitungan. Menjadi buah bibir di mana-mana. Padahal bukanlah puja puji yang kami inginkan. Perjuangan kami, semata-mata agar buruh Indonesia bermartabat. Dihormati di negerinya sendiri.

Bangunan itu kini masih berdiri, meski dengan nama lain. Bukan yang dulu lagi. Tetapi kami masih meningatnya. Ruh perjuangan itu kami dapatkan dari sana. Semangatnya masih menyala-nyala. Di tempat inilah kami memulai tradisi rapat akbar. Berkumpul dan berdiskusi dalam jumlah besar.

Bacaan Lainnya

Hingga kini, nyala api semangat itu tak pernah padam. Meski sempat redup di akhir-akhir ini, tetapi dalam jiwa kami selalu berkobar jiwa seorang pejuang.

Ya, bangunan itu tak lain adalah eks pabrik PT Kymco, yang saat saya menulis catatan ini sudah berganti nama menjadi PT Adyawinsa.

Meski telah berganti nama dan pemilik, namun semangat perjuangan Kymco tidak bisa berganti dengan yang lain. Semangat itu tetap menyala. Perjuangan kelas buruh demi mendapatkan kehormatan di tanah airnya sendiri harus tetap terjaga meski ada ataupun tidak adanya gedung yang kami jadikan markas perjuangan tersebut. Virus perjuangan harus tetap di tebar ke seantero negeri. Itu tekad kami.

Kymco hanyalah sepenggal kisah dari suatu cerita heroisme di Bekasi. Sesuatu yang layak untuk dikenang dan diceritakan kembali. Menjadi bagian sejarah yang tak terpisah. Hingga kapan pun.

Kymco tidak hanya sebatas tempat untuk kami berkumpul dengan mereka yang sudah ter-PHK. Meskipun pada awalnya tempat ini dikuasai buruh, tetapi karena sudah ada yang membeli, mau tidak mau buruh harus angkat kaki dari tempat itu.

Tetapi dasar buruh. Ibaratnya, tak ada rotan akar pun jadi. Setelah “terusir” dari Kymco, kami mencari tempat yang baru untuk melakukan konsolidasi. Pencarian ini akhirnya menemukan sebuah jembatan yang waktu belum tersambung. Jembatan penghubung antara kawasan EJIP dengan kawasan MM2100 Cibitung. Kami menyebutnya jembutan buntung.

Jembatan inilah yang nantinya di sebut dengan OMAH BURUH atau RUMAH BURUH.

Meskipun ilegal, kami menempatinya dengan santai. Tak ada perasaan was-was. Tak takut tergusur. Kami sadar, jembatan buntung itu bukan milik kami. Sejak awal kami sudah menyadari, suatu ketika jembatan ini akan digunakan. Jika saatnya itu terjadi, Omah Buruh akan menjadi legenda. Meskipun demikian, kami percaya, tulisan ini akan membuatnya abadi.

Saat itu, hampir setiap hari, bahkan setiap jam, markas yang baru ini dikunjungi puluhan, ratusan, bahkan ribuan buruh dengan berbagai macam tujuan. Mulai dari hanya sekedar curhat ke sesama teman, hingga konsolidasi untuk persiapan mogok kerja. Dari yang sekedar kongkow kongkow hingga orasi dengan kobaran semangat yang tak tertandingi.

Sejak saat itu, omah buruh yang tadinya sekedar jembatan buntung kini beralih fungsi sebagai tempat pendidikan dan tempat pengaduan berbagai permasalahan kaum buruh. Menjadi semacam markas bagi para pejuang.

Saya masih bisa mengingatnya dengan baik bagaimana awalnya Omah Buruh dibangun. Dengan satu komando, para ketua PUK di seluruh kawasan mengumpulkan bambu untuk membuat atap agar nantinya bisa sedikit teduh di kala panas dan terhindar dari derasnya air hujan yang turun. Dengan bambu dan kayu tersebutlah kini tercipta bilik-bilik sederhana yang bisa dipakai untuk ruang konsolidasi PUK.

Omah buruh merupakan saksi bisu perjuangan buruh Bekasi. Berbagai kemenangan dan kekalahan silih berganti kami rasakan. Tawa kemenangan dan tangis kekalahan sering pula kami saksikan. Banyak kemenangan yang menjadikan inspirasi bagi kaum buruh yang berjuang. Tak sedikit kawan kami “berguguran” di medan perjuangan yang menjadikan kami cambuk buat pribadi agar lebih baik dalam perjuangan nantinya.

Bekasi, 2 April 2014
Penulis: Muhammad Indrayana

Catatan Tambahan:

Dalam sebuah komentar melalui akun facebook pribadinya,  RB Wowo menulis: Awal berdirinya Omah Buruh setelah kasus Kymco, Kanefusa selesai, dan disaat mau selesai sebenernya pernah dibuat tenda di dekat PT Jagat, Kawasan EJIP. Hanya saha, tenda tersebut di bongkar lagi oleh Security EJIP. Mereka tidak memperbolehkan berdirinya tenda di dekat PT Jagat. Karena itu, dipindahka ke jembatan buntung yang saya inget saat itu adalah hari Kamis sore.

Sempat bersitegang dengan security EJIP serta beberapa intel. Namun akhirnya kami bisa membangun tenda kecil, Awal-awal namanya hanya basecamp. Belum ada nama rumah buruh. Lalu kenal lah dengan Omah Tani Batang, disitu tempat ini kemudian dinamakan Omah Buruh.

Awalnya untuk listrik dari genset. Tetapi lama-lama akhirnya ada teman buruh yang mau dimintai tolong untuk mengalirkan listriknya ke Omah Buruh. Perangkat cabang yang dulu pernah hidup di Omah Buruh adalah Mahfouzh Amier

.

Tulisan lain terkait Omah Buruh:

Omah Buruh: Kesetiaan yang Tak Tergantikan (1)

Omah Buruh: Intimidasi Itu Nyata di Depan Mata (2)

Omah Buruh: Tempat Kami Menyatukan Hati (3)

Omah Buruh: Saat Mereka Membutuhkan Bantuan (4)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *