Menteri ESDM: (Jangan) Menggunakan Isu Pemecatan Pegawai Sebagai Alat Menekan Pemerintah

Lokasi tambang PT Freeport Indonesia di Papua (Foto: Reuters)

Jakarta, KPonline – Menanggapi informasi yang beredar, bahwa PT Freeport Indonesia menolak rekomendasi perubahan dari KK menjadi IUP, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan, berharap kabar tersebut tidak benar. Dalam hal ini Pemerintah mendorong agar PT Freeport Indonesia tetap melanjutkan usahanya dengan baik, sambil merundingkan persyaratan-persyaratan stabilisasi investasi, termasuk perpanjakan izin.

Jonan berharap PT Freeport Indonesia tidak alergi dengan adanya ketentuan divestasi hingga 51% yang tercantum dalam perjanjian Kontrak Karya yang pertama antara PT Freeport Indonesiadan Pemerintah Indonesia, dan juga tercantum dengan tegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017.

Memang ada perubahan ketentuan divestasi di dalam Kontrak Karya yang terjadi di tahun 1991, yaitu menjadi 30% karena alasan pertambangan bawah tanah. Namun, divestasi 51% adalah aspirasi rakyat Indonesia yang ditegaskan oleh Bapak Presiden, agar PT Freeport Indonesia dapat bermitra dengan Pemerintah sehingga jaminan kelangsungan usaha dapat berjalan dengan baik dan rakyat Indonesia serta rakyat Papua khususnya, juga ikut menikmati sebagai pemilik tambang emas dan tembaga terbesar di Indonesia.

Menanggapi wacana PT Freeport Indonesia membawa persoalan ini ke arbitrase, itu adalah langkah hukum yang menjadi hak siapa pun. Pemerintah berharap tidak berhadapan dengan siapa pun secara hukum, karena apa pun hasilnya dampak yang ditimbulkan akan kurang baik dalam sebuah relasi kemitraan.

“Namun, itu langkah yang jauh lebih baik daripada selalu menggunakan isu pemecatan pegawai sebagai alat menekan Pemerintah. Korporasi global selalu memperlakukan karyawan sebagai aset yang paling berharga, dan bukan sebagai alat untuk memperoleh keuntungan semata,” ujar Jonan.

Seperti diketahui, Pemerintah telah dan akan terus berupaya maksimal mendukung semua investasi di Indonesia baik investasi asing maupun investasi dalam negeri tanpa terkecuali. Dalam hal pertambangan mineral logam, pemerintah tetap berpegang pada UU Mineral dan Batu bara Nomor 4 Tahun 2009 dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 sebagai revisi dan tindak lanjut semua peraturan yang telah terbit sebelumnya.

Dengan mengacu dan berpegang pada UU dan Peraturan Pemerintah tersebut, Pemerintah tetap menghormati semua isi perjanjian yang telah dibuat sebelumnya dan masih sah berlaku.

Dalam siaran pers yang diterima KPonline, Jonan mengatakan, “Pemegang Kontrak Karya (KK) dapat melanjutkan usahanya seperti sedia kala dan tidak wajib mengubah perjanjian menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), sepanjang pemegang KK tersebut melakukan pengolahan dan pemurnian (hilirisasi) dalam jangka waktu 5 tahun sejak UU Minerba 4/2009 diundangkan (Pasal 169 dan pasal 170 UU No 4/2009).”

Dengan fakta bahwa pemegang KK belum melakukan hilirisasi sebagaimana dimaksud dalam UU Minerba tersebut, maka pemerintah menawarkan kepada semua pemegang KK yang belum melakukan hilirisasi (membangun smelter) untuk mengubah KK menjadi IUPK. Dengan demikian sesuai Pasal 102-103 UU No 4/2009, mereka akan tetap mendapat izin melakukan ekspor konsentrat dalam jangka waktu 5 tahun sejak PP No 1/2017 diterbitkan.