Management Aksi Vs Subsidi Aksi

Bogor, KPonline – Sebagian besar masyarakat umum akan jengah apabila mendengar kata “management”. Terlebih-lebih sebagian besar kaum buruh yang notabene hampir selalu berselisih paham dengan pihak management.

Dalam hal apapun, seringkali buruh dan managament akan berselisih paham. Berselisih pendapat, bahkan berselisih pendapatan.

Manajemen seakan-akan menjadi momok menakutkan sekaligus menjijikan. Bagaimana tidak? Umumnya pihak management-lah yang melakukan union busting. Menghalangi kegiatan serikat dan masih banyak bla..bla..bla..yang lainnya.

Tidak percaya dengan alasan-alasan yang dikemukakan diatas? Coba saja Anda mendirikan serikat pekerja atau serikat buruh ditempat Anda bekerja. Pasti Anda akan merasakan apa yang dirasakan oleh kaum buruh kebanyakan yang berserikat.

Tanpa mengurangi “rasa hormat” kepada “ilmu management rasa akademik”, kiranya kita (kamu, saya, kalian dan mereka yang buruh dan merasa buruh) mempelajari sekaligus mempraktekkan ilmu management dalam setiap pemikiran, perkataan, dan perbuatan.

Karena ilmu management mau tak mau, suka tidak suka akan selalu kita pergunakan dan kita praktekan disetiap lini kehidupan.

Bukankah segala ilmu itu baik (kecuali ilmu santet, teluh, guna-guna-guna dan saudara-saudaranya yaa). Tak ada salahnya jikalau ilmu management kita terapkan juga dalam pergerakan buruh.

Namanya, Management Pergerakan Buruh. Karena segala sesuatu yang ada di dunia ini pasti ada yang “me-manage” atau yang mengatur.

Jadi Management Pergerakan Buruh bisa diartikan bagaimana cara mengatur pergerakan buruh agar langkah-langkah yang dilaksanakan menjadi jalan menuju keberhasilan gerakan buruh.

Salah satu contoh misalnya saja management aksi.

Tidak ada salahnya kan melakukan aksi dengan management aksi yang terstruktur, massive, dan kondusive. Dengan perencanaan yang baik, maka keberhasilan suatu aksi baik itu aksi unjuk rasa, aksi solidaritas dan atau aksi-aksi yang lain, pasti akan maksimal dalam jumlah massa aksi atau pada akhirnya, akan membuahkan hasil yang maksimal pula.

Kita menyadari, 2 tahun belakangan ini kegiatan-kegiatan massa aksi hampir bisa dikatakan “loyo dan tak bertenaga”. (Mirip-miriplah dengan iklan obat penambah stamina pria).

Meskipun surat instruksi sudah dilayangkan ke tiap-tiap PUK dan seluruh anggota, instruksi tetaplah sebuah instruksi. Hampir tak ada bedanya dengan selembar kertas biasa dan tak mempunyai kekuatan apa-apa. Tidak ada pengaruhnya sama sekali.

Tidak ada instruksi? Males Bro. Mending lembur buat mudik. Dan segudang alasan yang bisa digunakan.

Entah itu modus operandi yang baru atau trik yang jitu menghindari panas terik yang menyengat, yang berefek menghitamkan kulit kita kaum buruh yang memang sudah “geseng” dari sononya.

Itulah sebabnya, management aksi sudah harus dimulai dan diterapkan. Kalau bukan sekarang kapan lagi? Kalau bukan kita siapa lagi? Masih mirip-mirip dengan iklan kampanye Partai Kampret waktu itulah pokoknya.

30 Oktober 2015 seharusnya menjadi tolak ukur (dan tolak angin) dalam mengaplikasikan management aksi massa.

Malam itu dengan semangat yang membara, seluruh buruh yang hadir di malam itu “patuh” terhadap instruksi pimpinan aksi.

Apakah sebatas itu? Tentu tidak Kawan. Management aksi tidak hanya sebatas itu. Masih banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam management aksi massa.

Apakah saya tahu dan mengerti mengenai Management Aksi Massa? Mohon maaf. Saya pun hanya seorang massa aksi. Diantara puluhan, ratusan..ribuan, bahkan jutaan massa aksi yang lain.

Saya hanya punya satu harapan. Mudah-mudahan kaum langitan mau “mengucurkan setetes dana subsidi” untuk setiap kegiatan massa aksi.

Istri “ngedumel” dirumah karena subsidi sambel dan kerupuk harus ditiadakan setiap saya selesai menghadiri kegiatan aksi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *