KIPP Siap Menerima dan Mengawal Pengaduan Masyarakat

Jakarta, KPonline – Setelah proses pemungutan dan penghitungan suara pilkada serentak 2017 pada 15 Februari 2017. Pilkada bukan hanya soal perolehan suara, Pilkada adalah pengakuan kedaulatan rakyat melalui pemenuhan hak untuk menggunakan hal pilih. Akan tetapi, persoalan pemilih masih tetap membuka luka lama yang tidak pernah sembuh setiap ajang pesta demokrasi. Demikian disampaikan Direktur Eksekutif KIPP Jakarta, Rindang Adrai, dalam siaran pers yang diterima KPonline, 17 Februari 2017.

Dalam hal ini KIPP menilai ada beberapa masalah: Pertama, setiap data pemilih tambahan diajang pemilu tidak pernah mengurangi penambahan data pemilih tambahan. Seharusnya, pemilih tambahan yang memilih dari jam 12.00-13.00 berkurang setiap penyelenggaraan pemilu. Namun, pemilih di waktu sisa masih menjadi bukti nyata ketidaksiapan data pemilih baik dari pihak Depdagri dan KPU.

Bacaan Lainnya

Kedua, pemilih yang harus menggunakan hak pilih dengan bantuan surat keterangan memiliki kesulitan tersendiri. Seperti : pemilih harus mengurus sendiri surat keterangan yang ruwet sekali. Bayangkan saja, pemilih wajib berurusan dengan pihak RT/RT dan kelurahan yang belum tentu semua pihak bisa mendapatkan surat keterangan dengan murah dan mudah.

Di lain pihak, pemilih yang menggunakan surat keterangan wajar tidak menggunakan hak pilih. Alasan sederhana adalah mereka harus mengeluarkan biaya pribadi demi mendapatkan surat keterangan. Lalu, mereka wajib menunggu waktu sisa antara pukul 12.00-13.00. Belum lagi pemilih yang tidak mendapatkan surat keterangan, mereka belum tentu mendapatkan hak pilih dengan mudah. Sungguh-sungguh kejam politik di Indonesia, pemilih hanya sebagai mainan politik tanpa bisa mendapatkan hak asasi politik secara penuh.

Ketiga, penyelenggara ad hoc tidak siap untuk menjelaskan dan memberikan pengetahuan kepada pemilih. Ketidaknyamanan penyelenggara pemilu dirasakan dari sisi variasi pengaduan. Sebenarnya, setiap TPS memiliki pengawas TPS, dalam artian sederhana para pemilih baik terdaftar atau tidak seharusnya di TPS langsung bisa melapor ke pengawas TPS kemudian ditindaklanjuti demi mendapatkan dan menggunakan hak pilih. Lebih parahnya, belum apakah aplikasi (baca teknologi pemilu) “gowaslu” terhadap penguatan pengawasan partisipatif.

Oleh karena itu, KIPP menghimbau:

Pertama, khusus pemilihan putaran kedua untuk pilgub DKI Jakarta, KPU dan Pemerintah wajib menyelesaikan pemilih tambahan yang menggunakan surat keterangan. Bila, persoalan data pemilih paskaputaran pertama tidak diselesaikan. Maka, bisa saja pemerintah dan KPU secara bersama-sama tidak melakukan klarifikasi dan pendataan ulang sehingga mengorbankan hak pilih sesuai Pasal 177 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Kedua, KIPP siap menerima pengaduan masyarakat. Bagi masyarakat yang merasa disusahkan, disulitkan dan marah karena tidak bisa menggunakan hak pilih atau tetap menggunakan hak pilih dengan prosedur yang ribet. Silahkan menghubungi KIPP agar kita mengingatkan para pihak termasuk penyelenggara pemilu mengevaluasi semua teknis kepemiluan.

Ketiga, kepada penyelenggara pemilu menunaikan semua tanggungjawab atas kerjasama program dengan pihak organisasi masyarakat sipil. Padahal dana Pilgub DKI termasuk fenomenal karena anggaran yang diajukan oleh KPU DKI disetujui hingga ke angka-angka dibilakang koma. Penyelenggara harus ingat, dana pilgub adalah dana rakyat yang akan dipertanggungjawabkan.

Pos terkait