Ketika Fitnah Untuk Melemahkan Gerakan Buruh Bertebaran, Berikut 5 Fakta tentang Said Iqbal yang Harus Diketahui

Jakarta, KPonline – Beredar meme dan berita di media online terkait rumah pribadi Said Iqbal. Hal itu merupakan fitnah keji yang bertujuan agar kaum buruh tidak percaya dengan pemimpinnya. Seolah-olah, Said Iqbal memperkaya diri sendiri dari iuran buruh.

Faktanya, selama ini Said Iqbal memimpin langsung setiap perjuangan dengan ikut turun ke jalan. Tidak hanya duduk manis di ruangan ber-AC.

Berikut adalah fakta-fakta tentang Said Iqbal yang sering dimanipulasi dan digunakan untuk menyerang pribadi Presiden KSPI yabg juga menjadi Presiden FSPMI ini.

Fakta 1: Said Iqbal adalah Caleg PKS untuk DPR RI dari Dapil Kepri pada Pemilu tahun 2009.

Namun demikian, salah besar jika ada yang mengatakan, kegagalan Said Iqbal melenggang ke Senayan membuat Iqbal merubah kendaraan politiknya dari PKS ke KSPI.

Perlu diketahui, sebelum menjadi caleg, Iqbal sudah aktif di FSPMI dan KSPI. Bahkan Said Iqbal merupakan salah satu pendiri FSPMI dan KSPI. Dengan demikian, tidak ada yang berubah dari sikap Iqbal. Dari dulu Said Iqbal adalah pemimpin FSPMI dan KSPI. Dia tetap konsisten berjuang bersama kaum buruh. Bahkan saat ini dipercaya menjadi salah satu pengurus pusat (Governing Body) Internasional Labour Oganization (ILO) dan pernah menerima penghargaan The Febe Elisabeth Valasquez Award dari Belanda.

Said Iqbal menjadi caleg 2009 adalah mewakili unsur buruh, dan bukan mewakili anggota PKS. Said Iqbal bersedia menjadi caleg pada tahun 2009 karena diminta oleh buruh di Kepulauan Riau untuk memperjuangkan aspirasi kaum buruh melalui jalur parlemen. Said Iqbal menyakini, suara buruh harus terdengar di ruang-ruang pengambilan keputusan.

Terkait hal ini, Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin yang juga merupakan adik kandung Said Iqbal menjelaskan, bahwa Said Iqbal tidak pernah menjadi anggota parpol manapun sejak lahir. Menurutnya, Pemilu 2009 dengan persyaratan menjadi caleg pada Pemilu 2009 berbeda dengan syarat caleg pemilu 2014. Pemilu 2009 tidak mewajibkan caleg menjadi anggota parpol yang mengusulkannya, sedangkan Pemilu 2014 caleg wajib menjadi anggota parpol bersangkutan.

Dalam Pemilu 2014, Said Iqbal kembali ditawari oleh banyak parpol untuk menjadi caleg, tetapi dia menolaknya.

“Saya bukan anggota partai politik, bukan pengurus partai. Perjuangan ini hanya semata memperjuangkan nasib buruh,” ujar Said Iqbal.

Namun demikian, Said Iqbal tidak anti partai. Bahkan, saat ini bersama-sama dengan beberapa aktivis lintas sektoral, Iqbal sedang menggagas partai politik sebagai alat perjuangan kelas buruh. Sebuah partai yang murni digagas dari bawah. Partai kelas pekerja.

Sebagai langkah awal, saat peringatan Hari Buruh Internasional tahun 2016, dia ikut mendeklarasikan Rumah Rakyat Indonesia. Rumah Rakyat Indonesia merupakan sebuah Ormas yang menjadi embrio bagi lahirnya partai politik alternatif.

Said Iqbal bahkan mendorong kader-kader KSPI untuk terlibat dalam Pemilu 2014, sebagai bagian dari apa yang disebutnya ‘Buruh Go Politik’. Secara spesifik, dia tidak mengarahkan ke partai politik tertentu. Beberapa kader KSPI yang kemudian terpilih menjadi anggota DPRD antara lain Nurdin Muhidin (melalin PAN) dan Nyoemarno (melalui PDI-P). Kongres FSPMI-KSPI tahun 2016 di Surabaya bahkan memutuskan untuk mendukung Obon Tabroni untuk maju dalam Pilkada Kabupaten Bekasi melalui jalur independen. Said Iqbal aktif mendorong kaum buruh untuk mendukung Obon dan bahkan sempat ikut terjun ke lapangan untuk mengumpulkan KTP.

Jika benar Said Iqbal adalah kader PKS (dan memang Said Iqbal bukan anggota PKS), tidak mungkin Said Iqbal melakukan hal itu.

Fakta 2: Said Iqbal memobilisasi massa buruh untuk melakukan demo di Jakarta.

Ini merupakan hal yang wajar dilakukan, karena Istana Negara adanya di Jakarta. Judicial review terhadap PP 78/2015 dan UU Tax Amnesty di lakukan di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, yang letaknya juga di Jakarta. Jika lembaga itu adanya di Bekasi, tentu Iqbal akan memobilisasi massa buruh untuk berdemo di Bekasi.

Satu hal yang perlu dicatat, demo yang dilakukan Iqbal bukan demo bayaran. Massa buruh mendanai dirinya sendiri. Serikat buruh memiliki iuran. Seperti yang disebutkan dalam meme, iuran buruh mencapai milyaran rupiah tiap bulan. Dengan dana itulah setiap aksi dilakukan. Tidak ada deno pesanan. Kaum buruh bergerak karena dalam dirinya telah tumbuh sebuah kesadaran untuk berjuang melakukan perubahan.

Tentang aksi ke Balaikota DKI Jakarta yang dilakukan buruh-buruh dari Tangerang, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Depok, dan Bogor, bagi buruh itu adalah bentuk solidaritas lintas batas. Teritorial bukanlah sekat pembatas. Ketika melihat ketidakadilan, kaum buruh dimanapun berada, punya kewajiban untuk menyuarakan penolakan. Dalam bahasa lain, setiap buruh adalah saudara walau tak sedarah.

Jangan lupa, DKI Jakarta adalah Ibukota Negara. Ada banyak kebijakan yang terkait dengan daerah lain. Ambil contoh, tentang upah. Jika upah di DKI Jakarta rendah, maka upah di daerah juga akan cenderung rendah. Akan ada anggapan, di Ibukota Negara saja upahnya kecil, kok di daerah minta upah tinggi? Atas dasar itulah, buruh di daerah bersolidaritas dengan buruh di Jakarta untuk mendesak agar upah di Ibukota Negara menjadi layak, yang pada gilirannya diharapkan bisa ikut mendongkrak kenaikan upah di daerah sekitar.

Ada yang mengatakan, Jokowi lah menaikkan upah tinggi. Itu adalah perkataan yang salah kaprah. Kenaikan itu buah dari perjuangan kaum buruh yang saat itu melakukan mogok nasional dan aksi besar-besaran hampir di semua wilayah, dan terjadi di era Presiden SBY.

Dalam hal ini, anggota Dewan Pengupahan Nasional Iswan Abdullah pernah mengatakan bahwa sejarah kenaikan upah yang signifikan pada tahun 2013 akibat mogok nasional bulan Oktober 2012.

Saat itu, pimpinan serikat buruh bertemu oleh Menko Perekonomian Hatta Radjasa. Setelah pertemuan itu, Hatta Radjasa memanggil seluruh Gubernur se-Indonesia termasuk Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk menaikkan Upah Minimum di atas Rp.2 juta, yang akhirnya UMP DKI 2013 naik dari Rp.1.529.200, menjadi Rp.2.200.00. Naik 43% dari tahun sebelumnya. UMK Bogor bahkan naik hingga 83% dari tahun sebelumnya.

Sekali lagi, kenaikan upah minimum pada tahun 2013 merupakan kemenengan gerakan buruh. Saat itu, kaum buruh berhasil memaksa Perintahan SBY agar meninggalkan kebijakan upah murah. Salah satunya adalah ditandai dengan revisi Permenaker 17 Tahun 2005 menjadi Permenaker 13 TAhun 2012. Perubahan tersebut berisi tentang jumlah ítem KHL dari 46 menjadi 60 item. Rata-rata kenaikan upah secara nasional juga naik signifikan. Tahun 2011 hanya 8%, meningkat menjadi 10,12% pada tahun 2012, meningkat menjadi 19,10% pada tahun 2013, dan pada tahun 2014 menjadi 22,17%.

Akhir tahun 2014, terbentuk pemerintahan baru dibawah Presiden Joko Widodo. Namun keberpihakan kepada wong cilik tidak nampak pada pemerintahan baru ini. Dengan alasan menjaga iklim investasi, pemerintah kembali menurunkan kembali tingkat kenaikan upah.Terlihat, tahun 2015 upah naik 13% dan terus turun pada tahun 2016 menjadi 11,59%. Ditambah dengan adanya PP 78/2015, tingkat kenaikan upah akan tetap rendah.

Justru Jokowi-Ahok lah yang menjadikan UMP DKI sampai sekarang lebih rendah dari daerah sekitar Bekasi, Karawang dan sekitarnya. Ketika upah minimum DKI Jakarta – sebagai Ibukota Negara – lebih rendah dari Karawang dan Bekasi, wajar jika buruh menjuluki Ahok sebagai bapak upah murah.

Semakin ironis, akibat PP 78/2015, kenaikan upah tahun 2017 hanya seharga kebab. Hal inilah yang semakin membuat Said Iqbal semakin keras dalam melawan upah murah. Bahkan dalam Mayday tahun 2017, pihaknya menetapkan isu HOSJATUM (Hapus OutSourcing dan pemagangan – JAminan sosial direvisi: jaminan kesehatan gratis untuk seluruh rakyat dan jaminan pensiun buruh sama dengan PNS/TNI/Polti – Tolak Upah Murah: cabut PP 78/2015) sebagai isu utama perjuangan buruh.

Fakta 3: Said Iqbal lebih memilih jalur demonstrasi.

Apa yang salah dengan ini? Dalam gerakan sosial, kemampuan menggerakan massa untuk melakukan demonstrasi adalah keharusan. Demonstrasi bahkan menjadi hak konstitusi setiap orang. Dijamin dan dilindungi Undang-undang.

Namun demikian, Said Iqbal tidak anti dialog sosial.

Sebelum demo dilakukan, buruh sudah melakukan komunikasi dan loby. Membuka ruang diskusi dan menjelaskan apa yang menjadi aspirasi. Dialog sosial dilakukan. Kaum buruh bahkan duduk di lembaga tripartit, seperti LKS dan Dewan Pengupahan, untuk memastikan aspirasi mereka bisa didengar melalui jalur yang tersedia.

Masalahnya adalah, tetap saja banyak keputusan yang tidak sesuai dengan harapan buruh. Gagasan yang disampaikan hanya menjadi angin lalu. Wajar jika kemudian buruh perpendapat, sebagian besar dialog sosial yang saat ini dilakukan hanyalah basa-basi. Omong kosong. Sekedar formalitas saja.

Sering terjadi, ketika buruh baru membentuk serikat dan mengajukan perundingan saja, mereka sudah dipecat. Bicara agak keras untuk membantah argumentasi perusahaan, dikenakan sanksi. Dialog sosial macam apa yang diharapkan dalam suasana seperti ini?

Sementara menggunakan jalur litigasi, prosenya lama dan tidak memberikan kepastian. Sebagai contoh, satu kasus PHK yang diselesaikan di PHI, bisa jadi dua tahun kemudian baru ada keputusan bersifat tetap. Itu pun akan kesulitan ketika hendak melakukan eksekusi.

Dalam satu kesempatan, Iqbal mengatakan, “Para buruh akan cenderung enggan melakukan dialog apabila kesejahteraannya belum diperhatikan. Jangan bicara dialog sosial kalau sistem outsourcing dan upah kecil bagi buruh masih terus terjadi, sementara pengawas ketenagakerjaan terkesan tutup mata.”

Jika harapan dan tuntutan buruh tidak direalisasikan, bahkan haknya dirampas paksa, apakah buruh harus pasrah dengan menerima begitu saja? Tidak. Kaum buruh harus melakukan berbagai macam benyuk protes. Salah satunya adalah dengan menyampaikan pendapat di muka umum. Melakukan demo.

Menurut Said Iqbal, setidaknya ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan dialog sosial. Empat syarat itu, antara lain transparansi dan akuntabilitas dari perusahaan mengenai pendapatan dan keuangan perusahaan sehingga para pekerja dapat menilai kelayakan dari upah yang diterima. Selain itu, harus ada “mutual trust” (rasa saling percaya) dan “partnership” (kemitraan) diantara pemerintah, pengusaha, dan buruh. Jika syarat ini tidak terpenuhi, omong kosong dengan dialog sosial.

Fakta 4: Said Iqbal menolak tax amnesty.

Penolakan ini dilakukan jauh hari. Tidak seperti yang dikatakan sebagian orang, penolakan terhadap tax amensty dilakukan tiba-tiba. Hanya karena sentimen dengan Jokowi, kebijakan yang dianggap berhasil ini lantas ditolak.

Isu tax amnesty diangkat KSPI dalam  May Day 2016. Saat itu, buruh menyerukan tiga tolak: Tolak Reklamasi – Tolak Penggusuran – Tolak Tax Amnesty.

Bagaimana dengan anggapan tax amnesty berhasil, karena ada deklarasi dan sebesar lebih dari 3000 trilyun? Bagi Said Iqbal, semakin banyak dana deklarasi, berarti semakin banyak pengemplang pajak.

Bayangkan jika dana sebesar itu tidak sekedar ditarik tebusan 2%, tetapi sesuai dengan tarif pajak normal? Tentu akan semakin banyak lagi yang didapat oleh pemerintah. Dengan demikian, akan semakin besar yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.

Itulah sebabnya, KSPI menghendaki penegakan hukum di bidang perpajakan, bukan pengampunan pajak. Karena, lazimnya pengampunan adalah untuk orang bersalah. Orang bersalah harus dihukum. Apalagi selama ini mereka merugikan negara dengan tidak menyetorkan pajaknya.

Mengutip pernyataan Said Iqbal, berikut adalah alasan KSPI mengajukan uji materi terhadap UU Pengampunan Pajak.

Pertama, tax amnesty mencederai rasa keadilan kaum buruh sebagai pembayar pajak PPh 21 yang taat. Di sisi lain, ketika buruh terlambat membayar, akan dikenakan denda. Tetapi giliran pengusaha yang maling pajak, justru diampuni. Ketidakadilan yang dirasakan kaum buruh semakin memuncak, ketika Pemerintah menerbitkan PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Kedua, tax Amnesty telah menggadaikan hukum dengan uang demi mengejar pertumbuhan ekonomi. Ini sama saja dengan menghukum mereka yang aktif membayar pajak dengan memberikan keringanan melalui pengampunan para maling pajak. Padahal, UUD 1945 menyatakan setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum. Dengan demikian, adanya tax amnesty berarti antara buruh dan pengusaha tidak sama kedudukannya dalam hukum.

Ketiga, dana denda dari hasil pengampunan pajak sebesar Rp 165 triliun yang dimasukkan dalam APBN-P 2016 adalah dana ilegal-haram karena sumber dananya berasal dari pengampunan pajak yang jelas-jelas melanggar UUD 45.

Keempat, dalam UU Pengampunan Pajak dikatakan bagi pegawai pajak atau siapa pun yang membuka data para pengemplang pajak dari dana yang ada di luar negeri/repatriasi maupun dari dalam negeri/deklarasi maka akan dihukum penjara lima tahun. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945, karena mana mungkin orang yang mengungkapkan kebenaran malah di hukum penjara,” kata Said Iqbal. Ini juga bertentangan dengan asas keterbukaan informasi.

Kelima. Dalam UU Pengampunan Pajak disebutkan bahwa tidak peduli asal usul dana repatriasi dan deklarasi tersebut. Ada kesan, yang penting ada dana masuk tanpa mempedulikan dari mana sumbernya. Jelas hal ini berbahaya karena bisa saja terjadi pencucian uang dari dana korupsi, perdagangan manusia, hingga hasil kejahatan narkoba. Hal ini pun melanggar UUD 1945 yang berarti negara melindungi kejahatan luar biasa terhadap manusia.

Fakta 5: Said Iqbal menyerukan kepada buruh dan masyarakat DKI Jakarta untuk tidak memilih Ahok sebagai Gubernur.

Tentu saja, ada alasan mengapa dia melakukan ini. Pertama, Iqbal menilai, Ahok adalah Bapak Upah Murah. Hal ini terlihat dari upah minimum DKI Jakarta yang lebih rendah dari upah minimum di Karawang dan Bekasi.

“Bagaimana mungkin DKI Jakarta yang notabene adalah Ibukota Negara upahnya lebih rendah dari daerah penyangga?” Tegas Iqbal.

Hal lain, karena Ahok melakukan penggusuran. Bagi Iqbal, penggusuran adalah kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat kecil. Sebuah tindakan tidak berperikemanusiaan dengan mengatasnamakan kekuasaan. Bahkan cenderung kejam.

Jika kepada rakyat kecil Ahok menggusur, kepada pengembang dan pemodal, Ahok justru memberikan dukungan dan fasilitas. Contohnya adalah reklamasi.

Meskipun ditolak berbagai pihak dan menyingkirkan nelayan dari kehidupannya, Ahok tetap ngotot untuk melanjutkan proyek reklamasi.

Selain itu, ada dugaan Ahok melakukan korupsi. Salah satunya adalah kasus RS Sumber Waras. Di mana Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah melakukan audit menemukan adanya kerugian negara Rp191 miliar.

Kritik Iqbal terhadap Ahok bukan karena sentimen pribadi. Tetapi berlandaskan kebijakan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta yang dianggap banyak merugikan masyarakat.

 

Baca juga:

http://www.koranperdjoeangan.com/ini-penjelasan-fspmi-kspi-terkait-fitnah-rumah-mewah-presiden-buruh/

http://www.koranperdjoeangan.com/ini-penjelasan-fspmi-kspi-terkait-fitnah-rumah-mewah-presiden-buruh/