Halimah Yacob, Sekjen Serikat Buruh Yang Kini Resmi Menjadi Presiden Singapura

Singapura,KPonline – Pengurus National Trades Union Congress mendukung penuh terpilihnya Halimah Yacob sebagai presiden Singapura. Mereka akan memberikan dukungan sepenuhnya kepada pemerintahan Halimah, saudara tua mereka yang telah memperjuangkan hak-hak para buruh.

Halimah yang memulai karier dalam perjuangan dan pergerakan buruh sejak 1978. Dia juga pernah menjabat sebagai Sekjen di National Trades Union Congress (NTUC)

Bacaan Lainnya

Sejumlah tokoh agama dan masyarakat pun akan hadir dalam pelantikan Halimah. Mereka akan memberikan dukungan dan semangat agar Halimah dapat memulai pekerjaannya dengan penuh gairah.

Kemarin, (13/9/17) Halimah berkunjung ke kantor pusat NTUC untuk bertemu dengan sejumlah koordinator timya, termasuk Presiden NTUC Mary Liew dan veteran pergerakan buruh G Muthukumarasamy. Setelah pertemuan itu, dia pergi menuju lokasi pelantikan.

Sementara itu, 50 orang anggota Serikat Pekerja Industri Listrik dan Elektronik (UWEEI) berbekal spanduk dan peluit sudah berkumpul di Jalan Besar, kantor Persatuan Rakyat, sejak pukul 09.30 waktu setempat, satu setengah jam sebelum lokasi pelantikan dibuka, ujar salah satu anggota, Sukartini Mawar.

” Dia selalu ada untuk kami, bersuara untuk kami dan memastikan para buruh wanita dan pegawai upah rendah tidak diabaikan,” kata Sukartini.

” Dia selalu ada untuk kami, bersuara untuk kami dan memastikan para buruh wanita dan pegawai upah rendah tidak diabaikan,”

” Sekarang giliran kami untuk menunjukkan kami ada untuk dia,” ucap Sukartini melanjutkan.

Halimah, wanita etnis Melayu pertama yang akan memimpin Singapura. Tidak hanya menjadi pemenang pemilu, Halimah juga menjadi pemenang di hati rakyat.

Nama Halimah Yacob baru saja dinyatakan sebagai presiden terpilih Singapura. Ia menjadi perempuan presiden pertama di negeri jiran tersebut.

Dari tiga kandidat dari komunitas Melayu yang melaju dalam pemilihan, Halimah Yacob menjadi satu-satunya yang menerima sertifikat kelayakan untuk pemilihan presiden Singapura tahun ini. Dua kandidat lainnya, Mohamed Salleh Marican dan Farid Khan, tidak dapat melaju dalam pemilu, karena aplikasi mereka ditolak pada Senin (11/9).

Perempuan 63 tahun itu menjadi perempuan presiden pertama Singapura. Ia juga merupakan kepala negara pertama dari komunitas Melayu selama lebih dari 47 tahun. Setelah terpilih sebagai perempuan pertama yang menjabat ketua DPR di 2013, kemenangan Halimah dalam pemilihan presiden kali ini meruntuhkan semua pembatas yang ada.

Halimah terlahir sebagai bungsu dari lima bersaudara. Ayahnya meninggal ketika ia berusia delapan tahun. Sejak saat itu, ibunya lah yang menjadi tulang punggung keluarga. Untuk menafkahi Halimah dan saudara-saudaranya, sang ibu membuka sebuah warung makan. itu merupakan pekerjaan sepanjang waktu, sebelum fajar menjelang hingga larut malam.

“Sejak usia 10 tahun, waktu di luar jam sekolah saya habiskan dengan membantu ibu. Bersih-bersih, mencuci piring, membersihkan meja, hingga melayani pelanggan. Semua pekerjaan itu membuat saya orang yang lebih baik,” tulis Halimah dalam laman resminya.

“Saya mengalami kemiskinan itu sendiri. Saya tahu bagaimana itu dapat melemahkan di saat Anda berjuang untuk bertahan. Untuk menyediakan makanan di meja dan bergulat dengan ketidakpastian akan masa depan. Selalu demikian setiap hari. Itu membatasi pilihan Anda, tapi di saat yang sama menempa tekad Anda untuk meraih kesuksesan.”

Dalam sebuah wawancara bersama Channel News Asia bulan lalu, Halimah menyebut masa susah itu sebagai momen terburuk dalam hidupnya. “Tapi aku berkata pada diriku, ‘berhenti berkubang kesedihan dan mengasihani diri, tegarlah dan tetap melangkah’,” ujar Halimah.

Halimah bersekolah di Tanjong Katong Girls’ School. Ia kemudian lulus dari Universitas Singapura dengan gelar sarjana hukum. Ia lalu melanjutkan menempuh gelar master di bidang hukum dari National University of Singapore.

Kariernya dimulai pada 1978 di National Trades Union Congress. Selama tiga dekade, Halimah menempati berbagai posisi di lembaga itu. Terakhir, ia menjabat wakil sekretaris jenderal gerakan buruh.

Pada 2001, mantan Perdana Menteri Goh Chok Tong mendesak Halimah untuk masuk ke dunia politik. Ketika itu, ia terpilih sebagai anggota parlemen perwakilan konstituen kelompok Jurong (GRC).

Sepuluh tahun kemudian, ia menjabat posisi menteri negara pada Menteri Pembangunan Masyarakat, Pemuda, dan Olahraga.

Sebelum mengumumkan niatnya untuk maju dalam pemilihan presiden, Halimah menjabat Ketua Parlemen Singapura sekaligus perwakilan untuk konstituen Marsi ling-Yew Tee GRC.

Selama bertahun-tahun, ia menyuarakan hak-hak perempuan, kepedulian pada warga senior, dan masalah kesehatan mental. Ia juga menjabat ketua pada sejumlah asosiasi, seperti Club Heal dan PPIS (asosiasi perempuan muslim Singapore).

Keputusan untuk maju ke kursi nomor satu pemerintahan tidaklah diambil dengan mudah. Sebagai ibu dari lima anak, pertimbangan keluarga menjadi penting. Kepada Channel News Asia, Halimah mengatakan bahwa anak-anaknya awalnya enggan menjadi sorotan publik.

Namun, akhirnya mereka dan sang suami, Mohamed Abdullah, memberikan dukungan penuh. Tentunya setelah melewati berbagai diskusi.

Sejak menyatakan maju dalam pemilihan presiden, Halimah telah berulang kali membantah tuduhan bahwa dia mungkin kurang independen mengingat hubungan dekatnya dengan Partai Aksi Rakyat.

“Ini amat merugikan. Bahkan di antara orang-orang yang terus memegang warna partai, jika mereka menempatkan kepentingan orang-orang di belakang warna partai,” katanya pada konferensi pers bulan lalu, mengutip saat-saat dia tidak setuju dengan pemerintah baik sebagai aktivis buruh maupun anggota parlemen.

Ia juga menyampaikan komitmennya untuk mengabdi pada Singapura, tanpa terpengaruh adanya pemilu ataupun tidak. “Saya berjanji untuk melakukan yang terbaik yang saya bisa untuk melayani rakyat Singapura. Itu tidak akan berubah apakah ada pemilihan atau tidak. Semangat dan komitmen untuk melayani orang-orang Singapura saya tetap sama.”

Halimah mengatakan bahwa sebagai Presiden ia berharap warga Singapura akan bekerja bersamanya untuk membangun negara yang kuat. Menurutnya, salah satu peran presiden ialah sebagai kekuatan pemersatu.

“Proses ini mungkin pemilihan yang diatur, tapi presiden milik semua orang, untuk semua masyarakat tanpa memandang ras dan agama,” ujarnya

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *